Jadwal Kajian Rutin & Privat Bahasa Arab | Pesantren Terbuka "As-Sunnah" Selayar

Berjabat Tangan Antara Lawan Jenis Bukan Mahram

Hukum berjabat tangan kepada selain mahram adalah haram, dalilnya sangat jelas, antara lain :

Dalil Pertama
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhary-Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘alahi wasallam menegaskan :

إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزَّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زَنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذَنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi setiap anak Adam bagiannya dari zina, ia mengalami hal tersebut secara pasti. Mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah berjalan dan hati berhasrat dan berangan-angan dan hal tersebut dibenarkan oleh kemaluan atau didustakan”.

Imam An-Nawawy dalam Syarah Muslim (16/206) menjelaskan :

مَعْنَى الْحَدِيث أَنَّ اِبْن آدَم قُدِّرَ عَلَيْهِ نَصِيب مِنْ الزِّنَا ، فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُون زِنَاهُ حَقِيقِيًّا بِإِدْخَالِ الْفَرْج فِي الْفَرْج الْحَرَام ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُون زِنَاهُ مَجَازًا بِالنَّظَرِ الْحَرَام أَوْ الِاسْتِمَاع إِلَى الزِّنَا وَمَا يَتَعَلَّق بِتَحْصِيلِهِ ، أَوْ بِالْمَسِّ بِالْيَدِ بِأَنْ يَمَسّ أَجْنَبِيَّة بِيَدِهِ ، أَوْ يُقَبِّلهَا ، أَوْ بِالْمَشْيِ بِالرِّجْلِ إِلَى الزِّنَا ، أَوْ النَّظَر ، أَوْ اللَّمْس ، أَوْ الْحَدِيث الْحَرَام مَعَ أَجْنَبِيَّة ، وَنَحْو ذَلِكَ ، أَوْ بِالْفِكْرِ بِالْقَلْبِ . فَكُلّ هَذِهِ أَنْوَاع مِنْ الزِّنَا الْمَجَازِيّ ، وَالْفَرْج يُصَدِّق ذَلِكَ كُلّه أَوْ يُكَذِّبهُ . مَعْنَاهُ أَنَّهُ قَدْ يُحَقِّق الزِّنَا بِالْفَرْجِ ، وَقَدْ لَا يُحَقِّقهُ بِأَلَّا يُولِج الْفَرْج فِي الْفَرْج ، وَإِنْ قَارَبَ ذَلِكَ . وَاَللَّه أَعْلَم
“Makna hadits tersebut bahwa Anak Cucu Adam telah ditentukan baginya bagian dari zina, maka diantara mereka ada yang zinanya haqiqi [nyata] dengan memasukkan kemaluan ke kemaluan yang haram baginya, diantara mereka ada yang zinanya majazy [kiasan] :
  • Zina dengan memandang sesuatu yang haram,
  • Zina dengan mendengar perbuatan zina atau mendengar segala hal yang berkaitan dengan terjadinya zina,
  • Zina dengan menyentuh misalnya dengan cara memegang wanita yang bukan mahramnya atau menciumnya,
  • Zina dengan melangkahkan kakinya keperbuatan zina baik dengan memandang, menyentuh, atau berbicara dengan lawan jenis yang bukan mahram tentang sesuatu yang haram dan lain-lain,
  • Zina pikiran dengan hatinya.
Semua bentuk perkara diatas termasuk zina majazy, kemaluanlah yang membenarkan atau mendustakan semua hal tersebut, dalam artian terkadang zina majazy menjadi zina haqiqi dengan kemaluan dan terkadang tidak terjadi karena tidak masuknya kemaluan ke dalam kemaluan meskipun hal itu mendekati, wallohu a'lam”.

Dalil Kedua
Hadits Ma’qil bin Yasar radhyiallahu ‘anhu :

لَأَنْ يُطْعَنُ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ
“Andaikata kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”. (HR. Ar-Ruyany dalam Musnadnya no.1282, Ath-Thobrany 20/no. 486-487 dan Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman no. 4544 dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 226)

Hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh/berjabat tangan dengan selain mahram adalah dosa besar (Nashihati lin-Nisa hal.123).

Berkata Asy-Syinqithy (Adwa` Al-Bayan 6/257) setelah menjelaskan ayat yang berkaitan dengan perintah menundukkan pandangan:

وَلَا شَكَّ أَنَّ مَسَّ الْبَدَنِ لِلْبَدَنِ ، أَقْوَى فِي إِثَارَةِ الْغَرِيزَةِ ، وَأَقْوَى دَاعِيًا إِلَى الْفِتْنَةِ مِنَ النَّظَرِ بِالْعَيْنِ
“dan tidak ada keraguan bahwa bersentuhan badan dengan badan (termasuk berjabat tangan) lebih kuat dalam membangkitkan syahwat dan lebih kuat mendorong menuju fitnah dibandingkan dengan pandangan mata”.

Berkata Abu ‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali Al-Makky Al-Haitamy (Az-Zawajir 2/4) bahwa : “dalam hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan selain mahram adalah termasuk dosa besar”.

Dalil Ketiga
Hadits Umaimah bintu Ruqaiqoh radhiyallahu ‘anha, sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘alahi wasallam bersabda :

إِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ
“Sesungguhnya aku tidak pernah berjabat tangan dengan wanita”. (HR. Malik no. 1775, Ahmad 6/357, Ishaq Ibnu Rahaway dalam Musnadnya 4/90, ‘Abdurrozzaq no. 9826, Ath-Thoyalisy no. 1621, Ibnu Majah no. 2874, An-Nasa`i 7/149, Ad-Daraquthny 4/146-147, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no. 4553, Al-Baihaqy 8/148, Ath-Thobary dalam Tafsirnya 28/79, Ibnu Abi ‘Ashim dalam Al-Ahad wal Matsany no. 3340-3341, Ibnu Sa’d dalam Ath-Thobaqot 8/5-6, Ath-Thobarany 24/no. 470,472,473 dan Al-Khollal dalam As-Sunnah no. 45. Dan dihasankan oleh Al-Hafizh dalam Fathul Bary 12/204, dan dishohihkan oleh Syeikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 529 dan Syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fii Ash-Shohihain.

Dan hadits ini mempunyai syahid dari hadits Asma` binti Yazid diriwayatkan oleh Ahmad 6/454,479, Ishaq Ibnu Rahawaih 4/182-183, Ath-Thobarany 24/no. 417,456,459 dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid 12/244. Dan di dalam sanadnya ada rawi yang bernama Syahr bin Hausyab dan ia lemah dari sisi hafalannya namun bagus dipakai sebagai pendukung.)

Berkata Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid 12/243 :

في قوله إني لا أصافح النساء دليل على أنه لا يجوز لرجل أن يباشر امرأة لا تحل له ولا يمسها بيده ولا يصافحها
 “Dalam perkataan beliau “aku tidak pernah berjabat tangan dengan wanita” ada dalil tentang tidak bolehnya seorang lelaki bersentuhan dengan perempuan yang tidak halal baginya (bukan mahramnya-pent.) dan tidak boleh menyentuh tangannya dan berjabat tangan dengannya”.

Dalil Keempat
Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim, beliau berkata :

وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ قَطٌّ فِي الْمُبَايَعَةِ
“Demi Allah tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah menyentuh tangan wanita dalam berbai’at dan beliau tidak membai’at para wanita kecuali dengan perkataannya”.

Berkata Imam An-Nawawy (Syarh Muslim 13/16) :

فِيهِ أَنَّ بَيْعَةَ النِّسَاءِ بِالْكَلَامِ مِنْ غَيْرِ أَخْذِ كَفٍّ
“Dalam hadits ini menjelaskan bahwa bai’at wanita dengan ucapan, bukan dengan menyentuh tangan”.

Berkata Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir 4/60) : “Hadits ini sebagai dalil bahwa bai’at wanita dengan ucapan tanpa dengan menyentuh tangan”.

Jadi bai’at terhadap wanita dilakukan dengan ucapan tidak dengan menyentuh tangan. Adapun asal dalam berbai’at adalah dengan cara menyentuh tangan sebagaimana Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘alahi wasallam membai’at para shahabatnya dengan cara menyentuh tangannya. Hal ini menunjukkan haramnya menyentuh/berjabat tangan kepada selain mahram dalam berbai’at, apalagi bila hal itu dilakukan bukan dengan alasan bai’at tentu dosanya lebih besar lagi.

Dari hadits-hadits yang telah disebutkan di atas, jelaslah larangan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Karena seorang lelaki haram hukumnya menyentuh atau bersentuhan dengan wanita yang tidak halal baginya.

Sebagian orang bila ingin berjabat tangan dengan wanita ajnabiyyah atau seorang wanita ingin berjabat tangan dengan lelaki ajnabi, ia meletakkan penghalang di atas tangannya berupa kain, kaos tangan dan semisalnya. Seolah maksud dari larangan jabat tangan dengan ajnabi hanyalah bila kulit bertemu dengan kulit, adapun bila ada penghalang tidaklah terlarang. Anggapan seperti ini jelas batilnya, karena dalil yang ada mencakupinya dan sebab pelarangan jabat tangan dengan ajnabi tetap didapatkan meski berjabat tangan memakai penghalang.

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu berkata, “Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, baik si wanita masih muda ataupun sudah tua. Dan sama saja baik yang menjabatnya itu anak muda atau kakek tua, karena adanya bahaya fitnah (ujian/cobaan) yang bisa didapatkan oleh masing-masingnya.”

Asy-Syaikh juga berkata, “Tidak ada bedanya baik jabat tangan itu dilakukan dengan ataupun tanpa penghalang, karena keumuman dalil yang ada. Juga dalam rangka menutup celah-celah yang mengantarkan kepada fitnah (ujian/cobaan).”

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu mengatakan, “Segala sesuatu yang menyebabkan fitnah (godaan) di antara laki-laki dan perempuan hukumnya haram, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah wanita.”

Tidaklah diragukan bahwa bersentuhannya kulit laki-laki dengan kulit perempuan akan menimbulkan fitnah. Kalaupun ada yang tidak terfitnah maka itu jarang sekali, sementara sesuatu yang jarang terjadinya tidak ada hukumnya sebagaimana dinyatakan oleh ahlul ilmi. Sungguh ahlul ilmi telah menulis permasalahan ini dan mereka menerangkan tidak halalnya laki-laki berjabat tangan dengan wanita ajnabiyah. Inilah kebenaran dalam masalah ini. Berjabat tangan dengan non mahram adalah perkara yang terlarang, baik dengan pengalas atau tanpa pengalas.”

Beliau juga mengatakan, “Secara umum, tergeraknya syahwat disebabkan sentuhan kulit dengan kulit lebih kuat daripada sekedar melihat dengan pandangan mata/tidak menyentuh. Bila seorang lelaki tidak dibolehkan memandang telapak tangan wanita yang bukan mahramnya, lalu bagaimana dibolehkan ia menggenggam telapak tangan tersebut?” (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, 2/541-543)

Demikian masalah hukum berjabat tangan antara lelaki dan wanita yang bukan mahram.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Sumber :

1 komentar:

Alhamduillah terima kasih atas imu dikongsikan

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Al-Bukhari 6089 & Muslim 46)