Jadwal Kajian Rutin & Privat Bahasa Arab | Pesantren Terbuka "As-Sunnah" Selayar

Adab Sopan Santun bagi Penuntut Ilmu [2]

Menimba Ilmu Kerana Ingin Mengamalkannya
1. Mengamalkan Ilmu
Apabila ilmu tidak diterjemahkan dalam bentuk amal perbuatan maka tentu tidak ada faidahnya. Oleh karena itu wajib bagi penuntut ilmu untuk bersungguh-sungguh dalam beramal sebagaimana dia bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Dialah manusia yang paling layak untuk memetik buah ilmunya. Allah Subhanahu wata'ala sungguh memuji di dalam kitab-Nya yang mulia, orang-orang yang mengamalkan ilmunya, Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
{وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ (17) الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ (18)} [الزمر: 17، 18]
Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. [Az-Zumar (39):17 & 18]

Sebaliknya Allah Subhanahu wata'ala mencela, orang-orang yang tidak mengambil manfaat dari ilmu yang dibawanya, Allah Azza wajalla meng-identikkan mereka dengan keledai yang memikul buku-buku tebal namun tidak mengetahui berapa harganya apatah lagi mutiara-mutiara ilmu yang terkandung didalamnya. Allah Subhanahu wata'ala berfirman dalam surah Al Jumu'ah :
{مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ} [الجمعة: 5]
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang lalim. [Al-Jumu'ah (62):5]

Dalam Kitab Shohih Bukhari dan Muslim, dari Usamah bin Zaid Rodhiallohu 'anhu, beliau berkata : Aku mendengar Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :
يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ القِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ، فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الحِمَارُ بِرَحَاهُ، فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ فَيَقُولُونَ: أَيْ فُلاَنُ مَا شَأْنُكَ؟ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا عَنِ المُنْكَرِ؟ قَالَ: كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيهِ، وَأَنْهَاكُمْ عَنِ المُنْكَرِ وَآتِيهِ
“Akan didatangkan seorang lelaki pada hari kiamat lalu dia dilemparkan ke dalam neraka. Usus-ususnya terburai di dalam neraka lalu dia berputar-putar seperti keledai memutari penggilingannya. Maka penghuni neraka berkumpul di sekitarnya lalu mereka bertanya, “Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu dahulu yang memerintahkan kami kepada yang ma’ruf dan yang melarang kami dari kemungkaran?” Dia menjawab, “Memang betul, aku dulu memerintahkan kalian kepada yang ma’ruf tapi aku sendiri tidak mengerjakannya. Dan aku dulu melarang kalian dari kemungkaran tapi aku sendiri yang mengerjakannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ali bin Abi Tholib Rodhiallohu 'anhu berkata :
هتف العلم بالعمل، فإن أجابه وإلا ارتحل
Ilmu itu berteriak memanggil Amal, apabila amal menjawab panggilannya -maka ilmu akan tetap- jika tidak maka ilmu akan pergi[1]

Al Imam Asy-Syafi'i Rahimahullah berkata :
ليس العلم ما حفِظ، العلم ما نفع
Ilmu itu bukan sekedar hafalan, tapi ilmu itu adalah yang bermanfaat[2]

Sebagian ulama salaf terdahulu berkata :
يا حملة العلم، اعملوا فإنما العالم من عمل بما علم، ووافق علمه عمله، وسيكون أقوام يحملون العلم لا يجاوز تراقِيَهم، يخالف عملهم علمهم، ويخالف سريرتهم علانيتهم، يجلسون حِلقاً يباهي بعضهم بعضاً، حتى إنّ الرجل ليغضب على جليسه أن يجلس إلى غيره ويدَعَه، أولئك لا يصعد أعمالهم في مجالسهم تلك إلى الله تعالى
Wahai para pembawa ilmu, beramallah kalian!, sesungguhnya orang yang berilmu itu adalah orang yang mengamalkan ilmunya dan amalnya sesuai dengan ilmunya. Suatu saat nanti akan ada orang-orang yang membawa ilmu namun tidak melewati kerongkongannya, amalnya kontradiksi dengan ilmunya, berbeda keadaannya ketika sendirian dan ketika di keramaian, mereka duduk di halaqoh-halaqoh saling memuji satu sama lain, sampai-sampai ada orang yang marah kepada orang lain yang sering duduk bersamanya, ketika orang tersebut duduk bermajelis dengan orang lain dan meninggalkan majelisnya. Mereka adalah orang-orang yang amal perbuatannya di dalam majelis-majelisnya tersebut, tidak akan naik kepada Allah Ta'ala[3]

Diantara bentuk -bermanfaatnya ilmu seseorang- adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah Ta'ala (Muroqobah) dalam sepi dan ramai, dan senantiasa merasa takut kepada Allah Subhanahu wata'ala. Al Imam Ahmad Rahimahullah berkata :
"أصل العلم الخشية "
Prinsip dasar ilmu itu adalah rasa takut (Al Khos-yah)

Berkata Al Imam Azzuhri Rahimahullah :
" إن للعلم غوائل، فمن غوائله أن يترك العمل به حتى يذهب ، ومن غوائله النسيان ، ومن غوائله الكذب فيه ، وهو شر غوائله "
Sesungguhnya ilmu itu punya banyak bencana -yang bisa menimpanya-, diantara bencana -yang menimpa- ilmu adalah tidak mengamalkannya sehingga ilmu itu hilang, termasuk bencana -yang menimpa- ilmu adalah lupa dan juga termasuk bencana -yang menimpa- ilmu adalah dusta padanya dan ini merupakan seburuk-buruk bencana -yang menimpa- ilmu.[4]

Sufyan Ats-Tsaury pernah ditanya : Mana yang lebih engkau senangi..? menuntut ilmu atau mengamalkan ilmu..? beliau menjawab :
" إنما يراد العلم للعمل، فلا تدع طلب العلم للعمل، ولا تدع العمل لطلب العلم "
Sesungguhnya ilmu itu dicari untuk di-amalkan, makanya jangan berhenti menuntut ilmu dengan alasan mau mengamalkan ilmu -yang sudah ada-, demikian pula jangan berhenti ber-amal dengan alasan mau menuntut ilmu[5]

2. Sabar dan siap memikul beban
Jalan menuntut ilmu itu tidaklah terhampar penuh dengan -cantiknya- bunga dan -sedapnya- bumbu, akan tetapi butuh kesabaran dan keyakinan serta tekad yang tak mudah bengkok, karena jalannya panjang, sementara nafsu senantiasa mengajak supaya jenuh -bosan-, maunya berlalu dengan cepat, tenang-tenang santai dan istirahat. Apabila seorang penuntut ilmu menuruti keinginan nafsunya tentu akan menggiringnya kepada penderitaan dan penyesalan, seorang penyair berkata :
وما النفس إلا حيث يجعلهــا الفتى فإن أطمعت تـاقت وإلا تسلتِ
dan tidaklah nafsu itu kecuali tergantung sejauh mana pemuda -pemiliknya- menempatkannya
Jika nafsu dibuat serakah maka akan rindu seperti itu terus jika tidak maka dia akan sembunyi dan tertahan


Seorang penyair yang lain berkata :
والنفس كالطفل إن تهمله شب على حب الرضاع وإن تفطمه ينفطم
dan nafsu itu seperti anak kecil jika engkau membiarkannya maka dia akan menjadi besar
dalam keadaan tetap senang menyusu, namun jika engkau menyapihnya maka dia akan berhenti menyusu


Lapangan sabar yang sangat luas adalah sabar dalam menuntut ilmu, tidak ada satu jalanpun untuk menuntut ilmu kecuali dibutuhkan kesabaran -untuk menempuhnya-, kesabaran akan menerangi jalan bagi penuntut ilmu, sabar merupakan bekal yang sangat dibutuhkan, demikian pula akhlak yang mulia tetap harus ada dan menjadi perhiasan bagi penuntut ilmu. -Penuntut Ilmu Butuh- Sabar dalam menghadapi sulitnya perjalanan menemui para ulama' -masyaikh-, dan sabar dengan lamanya waktu tinggal disisi mereka, serta -sabar- dalam menjaga adab sopan santun bersamanya. -Penuntut Ilmu Butuh- sabar dalam mengulang-ulangi pelajaran dan ketika menimba ilmu. Dalam kisah Nabi Musa dan Khidr, terjadi dialog antara Nabi Allah Musa dan Khidr Alaihimassalam, Allah Subhanahu wata'ala berfirman dalam Surah Al Kahfi :
{قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا (66) قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (67) وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا (68) قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا (69)} [الكهف: 66 - 69]
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun". [Al-Kahfi (18):66-69]

Demikian pula sebaliknya bagi seorang guru sebaiknya berhias dengan keindahan sabar bersama murid-muridnya. Hendaknya berlapang dada terhadap pertanyaan-pertanyaan mereka, jangan menahan uluran tangan untuknya. Hendaknya -seorang guru- meringankan beban mereka ~murid-muridnya~, lemah lembut dan sayang kepada mereka, memberikan kemudahan-kemudahan kepadanya dalam memperoleh ilmu. -Semua ini- dalam rangka meneladani Nabi dan Guru serta Kekasih kita Muhammad Shollallahu 'alaihi wasallam, yang telah dipuji oleh Rob-nya -Allah Subhanahu wata'ala- dengan Firman-Nya :
{فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ} [آل عمران: 159]
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. [Ali Imron (3):159]
_______

[1]Iqtidho' Al Ilm Al Amal (35-36)
[2]Tadzkiroh Assami' wal Mutakallim (15)
[3]Haasyiah tadzkiroh Assami' (16-17)
[4]Jami' Bayan Al Ilm (1/107-108)
[5]Hilyah Al Auliya' (7/12)

Sumber : آداب طالب العلم

_______


Faidah : Inilah Sifat Penghuni Neraka

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Al-Bukhari 6089 & Muslim 46)