Jadwal Kajian Rutin & Privat Bahasa Arab | Pesantren Terbuka "As-Sunnah" Selayar

Adab Sopan Santun bagi Penuntut Ilmu [3]

Adab Sopan Santun bagi Penuntut Ilmu
Menjadikan Waktunya "Seluruhnya" untuk Ilmu dan Menjaga serta Memperhatikan Waktu

Hal itu dilakukan supaya seorang penuntut ilmu tidak menyia-nyialan sedikitpun detik demi detik umurnya dalam kegiatan lain bukan dalam rangka mencari ilmu atau mengamalkan ilmu, kecuali sesuai kadar kebutuhan itupun kalau memang mendesak. Sungguh sebagian ulama terdahulu tidak pernah meninggalkan kesibukannya dalam menuntut ilmu hanya karena ditimpa penyakit yang tidak parah atau merasakan sakit yang ringan, akan tetapi mereka meminta kesembuhan dengan ilmu, dan tetap menyibukkan diri dengan ilmu sesuai batas kemampuannya.

Al Imam Asy-Syafi'i berkata :
لو كلفت شراءَ بصلة لما فهمت مسألة
"Jika sekiranya saya memaksakan diri untuk jualan bawang, maka sungguh saya tidak akan memahami persoalan ilmu sedikitpun"[1]

Sebagian ulama mengatakan :
"لا يَنال هذا العلم إلا من عطّل دكّانه، وخرّب بستانه، وهجر إخوانَه، ومات أقرب أهله فلم يشهد جنازته".
"Tidak ada yang bisa memperoleh ilmu ini kecuali orang yang menutup kiosnya, menelantarkan kebunnya, meninggalkan saudara-saudarinya, serta meninggal keluarga terdekatnya sementara itu dia tidak menyaksikan jenazahnya"[2]

Waktu merupakan nikmat ilahi yang wajib kita syukuri, Allah Subhanahu wata'ala berfirman dalam surah Ibrahim :
{...وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ}{وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ} [إبراهيم: 33-34]
...dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). [Ibrahim (14):33-34]

Didalam ayat yang mulia diatas, Allah Subhanahu Wata'ala menganugerahkan kepada para hamba-Nya sejumlah nikmat yang tak terhitung, diantara nikmat tersebut adalah nikmat adanya siang dan malam, dimana waktu berputar dan tegak padanya. Namun kebanyakan manusia lalai dari nikmat ini meski begitu berharga. Allah Subhanahu wata'ala berfirman dalam surah An-Nahl :
{وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومُ مُسَخَّرَاتٌ بِأَمْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ} [النحل: 12]
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya), [An-Nahl (16):12]

Dari sini nampak dengan jelas bagi kita nikmat ilahi -yaitu waktu- yang lalai dari mensyukurinya para orang-orang yang lalai, dan berlomba untuk membuang-buang dan menyia-nyiakannya para penyembah perut dan pelaku kebathilan. Telah benar Rasululullah Shollallahu 'alaihi wasallam dimana beliau bersabda :
"نِعمتانِ مغْبونٌ فيهما كَثيرٌ مِن النّاس: الصِّحَّةُ والفَراغُ".
“Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu pada keduanya : Kesehatan dan Kesempatan” [HR. Bukhari dari Ibnu Abbas Radhiallohu 'anhuma]

Sabda Nabi : مغْبونٌ (yang tertipu) asal katanya adalah الغبن (tipuan) semakna dengan النقص (kekurangan), pendapat lain mengatakan bahwa الغبن (tipuan) semakna dengan ضعف الرأي (lemah akal pikiran).

-Sabda Nabi- : الصِّحَّةُ (Kesehatan) : berkaitan dengan badan

-Sabda Nabi- : الفَراغُ (Kesempatan) : Tidak ada perkara-perkara duniawi yang menyibukkannya

Oleh karena itu, wajib bagi setiap Muslim yang berakal untuk bersungguh-sungguh dalam men-syukuri Maha Pemberi Nikmat atas nikmat waktu -yang diberikan ini- dan mempergunakannya dalam setiap perkara yang mendatangkan faidah dan manfaat.

Waktu adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan, manusia akan ditanya tentang waktunya pada saat menghadap Allah Subhanahu wata'ala, Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ.
“Tidak akan bergeser telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, hingga dia ditanya tentang: Umurnya (waktu), dalam urusan apa dia gunakan. Tentang ilmu, bagaimana dia mengamalkannya? Tentang hartanya, dari mana dia memperolehnya dan ke mana dia belanjakan? Juga tentang jasmani (kekuatan)nya dalam urusan apa dia habiskan?” [HR. At-Tirmidzi, Hasan Shohih]

Waktu merupakan sesuatu yang sangat berharga yang dimiliki oleh seseorang, karena waktu itu adalah kehidupan itu sendiri, waktu adalah modal seseorang, apabila dia menyia-nyiakannya maka tidak mungkin bisa untuk mengembalikannya bagaimanapun usahanya. Sebagian Orang cerdik pandai menyerupakannya dengan emas, akan tetapi waktu tetaplah lebih mahal dan lebih berharga dibandingkan dengan segala sesuatu yang berharga, karena waktu merupakan bagian dari wujud manusia itu sendiri, sebab waktu hakekatnya adalah hembusan nafas yang terbatas dalam kehidupan ini.

والوقت أنفس ما عُنيت بحفظه ** وأراه أيسرَ ما عليك يهون
Waktu adalah hembusan nafas yang seharusnya engkau sibuk menjaganya ** namun ternyata aku melihatnya sebagai sesuatu yang paling mudah engkau hinakan

Hanya Orang Mukminlah satu-satunya yang mengetahui betapa berharganya waktu, karena ma'rifah-nya terhadap suatu tujuan yang dengan sebab tujuan inilah dia diciptakan. Allah Azza wajalla berfirman :
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56) مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58) فَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا ذَنُوبًا مِثْلَ ذَنُوبِ أَصْحَابِهِمْ فَلَا يَسْتَعْجِلُونِ (59)} [الذاريات: 56 - 59]
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. Maka sesungguhnya untuk orang-orang lalim ada bahagian (siksa) seperti bahagian teman-teman mereka (dahulu); maka janganlah mereka meminta kepada-Ku menyegerakannya. [Adz-Dzariat (51):56-59]

Dahulu para Ulama' Salaf kita yang Sholeh Ridhwanullahi 'alaihim sungguh mereka sangat semangat dalam memanfaatkan waktu, mencari faedah, dan keuntungan serta manfaat dengan waktu yang ada. Mereka berlomba dengan jam demi jam dan bersegera memanfaatkan kesempatan demi kesempatan karena keengganan mereka membuang-buang waktu dan semangat mereka jangan sampai kehilangan waktu dengan percuma.

Berkata Sahabat yang mulia Abdullah bin Mas'ud Radhiallohu 'anhu :
( ما ندمت على شيء ندمي على يوم غربت شمسه ، نقص فيه أجلي ، ولم يزد فيه عملي ).
Saya tidak pernah menyesal sebagaimana menyesalnya aku terhadap hari yang terbenam mataharinya, hari yang berkurang di hari itu ajal-ku namun tidak bertambah di hari tersebut amal ibadahku

Berkata Kholifah yang Sholeh, Umar bin Abdul Aziz Rodhiallohu 'anhu :
إن الليل والنهار يعملان فيك ، فاعمل فيهما
Sesungguhnya siang dan malam tidak henti-hentinya berlalu melewatimu, maka ber-amallah didalamnya

Berkata Al Hasan Al Bashri Rodhiallohu 'anhu :
يا ابن آدم إنما أنت أيام فإذا ذهب يوم ذهب بعضك ، ويوشك إذا ذهب بعضك أن يذهب كلك
Wahai Anak Cucu Adam, Sesungguhnya engkau hakekatnya adalah sejumlah hari, apabila berlalu satu hari maka sebagian dirimu telah tiada, dan dikhawatirkan jika sebagian dirimu telah tiada menyebabkan kepergian dirimu seluruhnya

Beliau juga berkata :
أدركـت أقوامـا كانـوا على أوقاتهـم أشـد منكـم حرصـاً على دراهمكم ودنانيركم
Aku pernah menjumpai beberapa orang yang mereka sangat semangat menjaga waktunya dibandingkan dengan semangat kalian menjaga dirham-dirham dan dinar-dinar kalian

Abu Hilal Al Askary, berkata : Adalah Kholil bin Ahmad -Al Farohidy Al Basry salah seorang cendikiawan di muka bumi ini- (w. 170 H.) berkata :
أثقل الساعات علي : ساعة آكل فيها
Waktu yang paling berat bagiku adalah waktu yang kupakai untuk makan[3]

Allahu Akbar, betapa dahsyatnya -jika- kehabisan waktu untuk menuntut ilmu bagi-nya, dan betapa membara semangat -dalam memanfaatkan- waktu pada dirinya.

Al Khotib Al Bagdadi meriwayatkan dari Abul Abbas Al Mubarrid, beliau berkata : Saya tidak melihat ada orang yang sangat semangat dalam menuntut ilmu dibandingkan dengan tiga orang berikut :
  1. Al Jahidz -Amru bin Bahr, Imam Ahli Adab ~Sastra~- (w. 255 H.)
  2. Al Fath bin Kho-qon -Sastrawan, Penyair, Seorang Cendikiawan- termasuk keturunan raja, Kholifah Al Mutawakkil Al Abbasy mengangkatnya menjadi menteri dan menjadikannya saudara, Lemari-lemari bukunya terkumpul penuh dengan buku, termasuk lemari buku yang sangat luar biasa. (w. 247 H.)
  3. Ismail bin Ishaq Al Qody -Seorang Imam yang Faqih, Al Maliky, Al Baghdady- (w. 282 H.)

Berkaitan dengan Al Jahidz, sesungguhnya beliau ketika ada buku yang dipegangnya, maka dia akan membacanya dari awal sampai akhir, buku apapun itu, sampai-sampai dia pernah menyewa beberapa toko buku dan alat tulis, lalu bermalam disitu untuk meneliti banyak buku.

Adapun Al Fath bin Kho-qon, sesungguhnya dia dahulu membawa satu kitab di lengan bajunya, apabila dia berdiri dihadapan Al Mutawakkil untuk pergi buang air kecil atau sholat, maka dia keluarkan buku tersebut, dibaca dan diperhatikannya dengan seksama sambil berjalan, sampai pada tempat yang dia tuju. Demikian pula dia lakukan hal yang sama ketika kembali, sampai ke tempat duduknya. Apabila Al Mutawakkil ingin berdiri, pergi menyelesaikan hajat tertentu, maka diapun keluarkan kitab yang ada di lengan bajunya tersebut, lalu dia baca di majelis Al Mutawakkil, sampai Al Mutawakkil datang kembali.

Adapun Ismail bin Ishaq Al Qody, sesungguhnya saya tidak pernah masuk bertemu dengannya sekalipun kecuali saya lihat di tangannya ada buku yang dia teliti, atau sementara membolak-balik beberapa buku untuk mencari buka mana yang akan dia teliti atau sedang membuka-buka beberapa buku.[4]

Berkata Ubaid bin Ya'isy :
أقمت ثلاثين سنة ما أكلت بيدي بالليل ، كانت أختي تلقمني وأنا أكتب الحديث
Saya pernah tinggal selama tiga puluh tahun, dimana Saya tidak pernah makan malam dengan tangan sendiri, saudarikulah yang menyuapiku sementara saya menulis Al Hadits[5]

Perhatikan! Al Imam Jamaluddin Al Qosimy Rahimahullah, sungguh dia telah hidup sekitar lima puluh tahun, dan menyusun lebih dari lima puluh buku, hidupnya penuh dihiasi dengan ilmu, dakwah dan perjuangan, bersamaan dengan itu dia pernah berkata :
يا ليت الوقت يباع فأشتريه.
Duhai sekiranya waktu itu dijual, maka saya pasti akan membelinya

Dengan sebab semangat menjaga waktu yang dimiliki para ulama' salaf kita yang sholeh, membuat kedudukan mereka menjadi tinggi, keadaan mereka menjadi mulia, nama dan peninggalan mereka kekal abadi. Adapun di zaman kita sekarang ini, sesungguhnya diantara sebab yang paling menonjol dari ketertinggalan kaum muslimin adalah sifat menunda-nunda dan membuang-buang waktu, dihabiskan dan disia-siakan di kafe ~warung-warung kopi-, tempat-tempat hiburan, di jalan-jalan, di depan televisi, di dapur rekaman di tempat syuting, dan lain sebagainya dari tempat-tempat yang tidak ada faedah di dalamnya serta tidak ada buah keuntungan dibelakangnya.

_______

[1]Lihat : Tadzkiroh Assami' wal mutakallim (h. 27)
[2]Lihat : Al Jami' Li-akhlaqirrowy karya Al Khotib (1534)
[3]Al Hats-ts 'ala Tholabil 'ilmi wal ijtihad fie jam'ihi karya Abu Hilal Al Azkary (h. 87)
[4]Taqyiid Al 'Ilmi karya Al Khotib Al Bagdady (h. 139)
[5]Al Jami' Li-akhlaqirrowy wa Aadab Assami' (2/178), Ubaid bin Ya'isy adalah Syaikh-nya Imam Al Bukhary dan Muslim, silahkan rujuk biografinya di Siyar A'lam An Nubala' karya Adz-Dzahaby (11/45).

______________

Sumber : آداب طلب العلم

______________

Baca Sekilas :
Berbagi Kepada Ibu

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Al-Bukhari 6089 & Muslim 46)