Jadwal Kajian Rutin & Privat Bahasa Arab | Pesantren Terbuka "As-Sunnah" Selayar

Apa Yang Sebaiknya Dilakukan Ketika Di-Zholimi?

Nasehat bagi orang yang terzholimiJangan sibukkan dirimu mencela orang lain, serahkanlah urusannya kepada Allah, apabila engkau mendoakan keburukan atas orang yang zholim itu, maka hati-hatilah engkau dari menambahkan dalam doa-mu melebihi batas balasan yang setimpal, karena sesungguhnya seseorang, apabila mendoakan keburukan atas orang yang men-zholiminya maka akan diberikan balasan setimpal sesuai hak-nya, dan jika dia menambah lebih -dari itu- maka akan menjadikan orang yang men-zholiminya memiliki "hak" terhadapnya.

Datang -satu riwayat- dalam kitab "Syu'ab al Iman 5/287" dari al Haitsam bin Ubaid ash Shoidalani, dia mengatakan : "Ibnu Sirin mendengar seseorang yang mencela al Hajjaj, maka dia-pun berkata : cukup wahai kisanak! sesungguhnya jika engkau mendatangi negeri akhirat, maka dosa terkecil sekali-pun yang pernah kamu kerjakan itu lebih besar -bebannya- atasmu dibandingkan dengan dosa terbesar yang pernah dilakukan al Hajjaj, ketahuilah sesungguhnya Allah azza wajalla itu Maha Bijaksana lagi Maha Adil, apabila Dia mengambil -kebaikan- dari al Hajjaj untuk orang yang dia zholimi sedikit demi sedikit, maka Dia-pun akan mengambil -kebaikan- untuk al Hajjaj dari orang-orang yang zholim terhadapnya, oleh karena itu jangan sibukkan dirimu dengan mencela siapapun" [selesai]

-Perkataan- yang dibolehkan pada saat mengungkapkan suatu ke-zholiman adalah perkataan orang yang di-zholimi : "si fulan telah men-zholimi-ku pada apa yang menjadi hak-ku, dia telah memakan hartaku". Bukan dengan mendoakan keburukan kepada orang yang zholim. Ini merupakan -perkara- yang dipahami dari firman Allah ta'ala :

{لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا} [النساء: 148]
Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Annisa : 148]

Perhatikan, ketika Nabi Nuh alahissalam disakiti, sesungguhnya dia berdo'a dengan mengatakan :
{أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ} [القمر: 10]
"aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku)". [Alqomar : 10]

Maka diantara buah dari do'a yang penuh adab ini adalah -seperti- apa yang Al Qur'an ceritakan :
{فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ بِمَاءٍ مُنْهَمِرٍ * وَفَجَّرْنَا الْأَرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَاءُ عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ} [القمر: 11، 12]
Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. [Alqomar : 11 dan 12]

Maka hendaknya kita menghadap hanya kepada Allah, dan merintih hanya kepada-Nya, karena sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat

Sungguh menakjubkan perkataan seorang -penyair- :
أُحِبُّ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ جَهْدِي وَأَكْرَهُ أَنْ أَعِيبَ وَأَنْ أُعَابَا
Saya cinta akhlak yang mulia dengan penuh kesungguhan; dan saya benci mencela dan dicela
وَأَصْفَحُ عَنْ سِبَابِ النَّاسِ حِلْمًا وَشَرُّ النَّاسِ مَنْ يَهْوَى السِّبَابَا
dan saya maafkan celaan orang lain dengan penuh santun; dan seburuk-buruk manusia adalah orang yang suka menghembuskan celaan
[Adab addun-ya waddin hal. 303]

Sabar atas ke-zholiman karena mengharap ganjaran dari Allah, itu lebih utama dibanding menuntut balas dari orang yang zholim

Dalil atas hal tersebut adalah firman Allah ta'ala :
{وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ} [النحل: 126]
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. [Annahl : 126]

Maka diizinkan bagi orang yang di-zholimi untuk membalas sesuai dengan kadar kezholimannya, namun sabar terhadap ke-zholiman lebih utama; dengan mengharap ganjaran dari Allah.

Sungguh telah diriwayatkan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Al Hakim dari hadits Anas radhiallohu 'anhu, dari Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda :
((قال الله تعالى: إنك إن ذهبت تدعو على آخر أنه ظلمك، وإن آخر يدعو عليك أنك ظلمته، فإن شئت استجبنا لك وعليك، وإن شئت أخرتكما إلى يوم القيامة فأوسعكما عفوي))
Allah ta'ala berfirman : "Sesungguhnya engkau, jika mendoakan keburukan bagi orang lain yang men-zholimimu, dan -ada juga- orang lain yang mendoakan keburukan bagimu karena engkau telah men-zholimiya, maka jika engkau menghendaki, Kami kabulkan doa kebaikan dan keburukan -tersebut- untukmu, dan jika engkau mengehendaki Saya tunda -doa- kalian berdua sampai hari kiamat, lalu ampunan-Ku luas -meliputi- kalian berdua"

Makna hadits diatas : Sesungguhnya manusia terkadang memiliki hak -berupa- kebaikan dan hak -berupa- keburukan, maka apabila dia mendoakan keburukan bagi seseorang yang zholim, maka haknya -berupa kebaikan- telah terpenuhi, dan tersisa haknya -berupa keburukan-, akan tetapi jika dia tidak mendoakan keburukan bagi orang yang telah men-zholiminya, dan tidak berdoa untuk keburukan dirinya seorang-pun yang pernah dia zholimi, maka Allah subhanahu wata'ala akan memaafkan keduanya pada hari kiamat. Sungguh telah datang dalam hadits yang shohih, yang dikeluarkan oleh imam Ahmad, dari Abdullah bin Amr radhiallohu 'anhuma, dia mengatakan : Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :
((ارحموا تُرحَموا، واغفِروا يُغفَر لكم))
Berkasihsayanglah maka kalian akan dikasihsayangi pula, dan berilah ampunan maka kalian akan diberi ampunan pula

Tambahkan lagi atas hal tersebut, bahwasanya Allah ta'ala akan memberikan tambahan baginya berupa kemuliaan dengan kesabarannya.

Dalam "Musnad Imam Ahmad", dari hadits Abu Kab-syah al Anmaari radhiallohu 'anhu: Bahwasanya dia mendengar Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :
((ثلاثٌ أقسم عليهن، وأحدثكم حديثًا فاحفظوه، قال: ما نقص مال عبدٍ من صدقة، ولا ظلم عبدٌ مظلمة صبر عليها إلا زاده الله عزًّا، ولا فتح باب مسألة إلا فتح الله عليه باب فقر [أو كلمة نحوها]))
Ada tiga -perkara- yang Saya bersumpah atasnya, dan akan Saya sampaikan kepada kalian satu hadits, maka hafalkanlah, beliau mengatakan : [1] tidak berkurang harta seorang hamba karena sedekah, [2] dan tidaklah seorang hamba dizholimi dengan -satu bentuk- ke-zholiman yang dia bersabar atasnya kecuali Allah tambahkan kemuliaan padanya, [3] dan tidaklah dia membuka pintu meminta-minta kecuali Allah bukakan atasnya pintu ke-faqiran [atau kalimat semisal itu]. [Shohih al Jami' : 3024]

Ringkasan
Sesungguhnya orang yang di-zholimi dan menuntut balas terhadap orang yang men-zholiminya sesuai kadar ke-zholimannya, maka tidak ada dosa baginya, akan tetapi yang utama baginya dan bagi agamanya adalah bersabar dan mengharap -pahala-, dan disana ada derajat yang lebih tinggi dan lebih utama dibandingkan itu semua, yaitu : Memberikan maaf kepada orang yang berbuat zholim; Allah ta'ala berfirman :
{وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ} [الشورى: 41]
Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka. [Assyuura : 41]
Kemudian Allah ta'ala berfirman :
{وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ} [الشورى: 43]
Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. [Assyuura : 43]

Dan disana -masih- ada beberapa ayat dan hadits yang menunjukkan atas pondasi mendasar dan makna yang agung ini, diantaranya firman -Allah- Tuhan semesta alam:
{وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ} [الشورى: 40]
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. [Assyuura : 40]

Para ulama mengatakan : Allah menjadikan orang-orang yang beriman dua golongan: satu golongan yang memaafkan orang zholim, maka Allah mengawali dengan menyebut mereka dalam firman-Nya :
{وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ} [الشورى: 37]
dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. [Assyuura : 37]

Dan satu golongan yang menuntut balas terhadap orang yang men-zhlomi mereka, kemudian Dia jelaskan batasan dalam menuntut balas tersebut dengan firman-Nya :
{وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا} [الشورى: 40]
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, [Assyuura : 40]

Maka dia menuntut balas dari orang yang men-zholiminya tanpa melampaui batas. [al Jami' li Ahkam al Qur'an 40/16].

Allah ta'ala berfirman :
{وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ} [آل عمران: 134]
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [Ali Imran : 134]

Allah ta'ala berfirman :
{وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ} [النور: 22]
dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, [Annuur : 22]

Allah ta'ala tidaklah menambahkan bagi hamba tersebut, yang memberikan maaf, kecuali kemuliaan; Sungguh Imam Muslim mengeluarkan -hadits- dari Abu Hurairah radhiallohu 'anhu, dia mengatakan : Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :
((ما نقصت صدقة من مال، وما زاد الله عبدًا بعفوٍ إلا عزًّا، وما تواضع أحدٌ لله إلا رفعه الله))
Sedekah tidaklah mengurangi harta, dan Allah tidak menambahkan bagi seorang hamba karena kata maaf kecuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendah karena Allah kecuali Allah akan meninggikannya

Dalam riwayat Imam Ahmad :
((ولا يعفو عبدٌ عن مظلمة، إلا زاده الله بها عزًّا يوم القيامة.))
Tidaklah seorang hamba memaafkan satu ke-zholiman kecuali Allah akan tambahkan kepadanya karena hal tersebut berupa kemuliaan pada hari kiamat.

Diantara Pesan-Pesan Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam:

Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Abu Daud dan Ibnu Hibban dari Abu Juray Jabir bin Sulaim radhiallohu 'anhu, dia mengatakan : Saya berkata : "Wahai Rasulullah, berikan petunjuk kepadaku". Beliau bersabda : "Jangan sekali-kali engkau mencela seorang-pun". Dia (Abu juray) berkata : "Maka setelah itu saya tidak pernah mencela seorangpun baik yang merdeka dan tidak pula budak, tidak pula seekor unta dan tidak pula seekor kambing". Beliau bersabda : "dan jangan engkau menganggap remeh sesuatupun dari -perkara yang- ma'ruf. Berbicaralah kepada saudaramu dengan wajah berser-seri dihadapannya, sesungguhnya itu termasuk -perkara yang- ma'ruf. Tinggikan pakaianmu sampai pertengahan betis, jika engkau enggan maka -tinggikan- sampai kedua mata kaki, waspadalah dari melabuhkan pakaian, karena itu termasuk kesombongan dan Allah tidak mencintai kesombongan. Apabila ada orang yang mencaci maki dan membongkar aibmu dengan dasar apa yang dia ketahui tentang-mu, maka jangan engkau bongkar aibnya dengan dasar apa yang engkau ketahui tentangnya, maka sesungguhnya musibah dari hal tersebut hanya akan menimpanya". [(Shohih al Jami' 7309) (as Shohihah : 1109, 1352]

Dalam riwayat -yang dikeluarkan oleh- Ath-Thabrani dan Abu Nuaim di "al Hilyah" :
((. وإن امرؤ سبك بما يعلم فيك، فلا تسبه بما تعلم فيه؛ فإن أجره لك، ووباله على من قاله))
Dan apabila ada seseorang yang mencelamu, dengan dasar apa yang dia ketahui, ada pada dirimu, maka jangan engkau mencelanya dengan dasar apa yang engkau ketahui, ada pada dirinya; karena sesungguhnya pahalanya untukmu, dan akibat buruknya atas orang yang mengatakannya. [Dishohihkan oleh Al Albani di Ash-Shohihah: 2340]

Maka Nabi shollahu 'alaihi wasallam menasehatkan dan mewasiatkan bagi seorang muslim agar menjauhi "celaan", dengan harapan agar dia selamat dari hukuman Allah ta'ala. Dan -agar- melihat saudaranya dengan -kaca- mata kebaikan dan penuh adab; dengan harapan mendapatkan ganjaran pahala dari Allah ta'ala. Dan -agar- tidak menyebutkan satu aib-pun dari saudaranya, dan tidak menyebutnya karena sesuatu yang sangat buruk yang ada padanya; karena takut akan adzab Allah, karena segala sesuatu yang bersumber dari seorang hamba akan dipertanggungjawabkan atasnya; maka -hakekat- orang yang cerdas adalah orang yang menahan amarahnya, dan bersabar serta meninggalkan medan permusuhan dan celaan, serta membiasakan lisannya dengan lafadz-lafadz yang terpuji dan kata-kata yang baik.



Sumber : نصيحة للمظلوم - أ. محمد خير رمضان يوسف

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Al-Bukhari 6089 & Muslim 46)