Jadwal Kajian Rutin & Privat Bahasa Arab | Pesantren Terbuka "As-Sunnah" Selayar

Pembahasan Hukum Zakat Utang Piutang

Pembahasan Hukum Seputar Zakat Utang Piutang dan Perdagangan
Zakat Piutang dan Perdagangan
السؤال :
Pertanyaan :

ما حكم زكاة أموال الديون المتعثرة التي لا يُرجى ردها، وكذلك الديون المرجو استردادها، وما حكم زكاة البضاعة وكيفية احتسابها إن كانت البضاعة من المواد التموينية، وهل يوجد على المقتنيات الشخصية كالسيارة زكاة؟
Apa hukum zakat harta utang piutang (kredit) macet yang tidak diharapkan lagi pengembaliannya demikian pula utang piutang yang masih diharapkan pelunasannya, dan apa hukum zakat harta benda, bagaimana cara menghitungnya apabila harta benda tersebut berupa bahan persediaan makanan, serta apakah ada zakat atas harta benda milik pribadi seperti mobil misalnya?

الجواب :
Jawaban :

الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله
Segala puji hanya milik Allah serta sholawat dan salam kepada penghulu kita Rasulullah.

من كان له دين على غيره، وكان يبلغ نصاباً، وحده أو مع ما عنده، وجب فيه الزكاة إذا حال عليه الحول؛ لأنه مال تحققت فيه شروط الزكاة، فوجب إخراجها، سواء أكان الدين على معترف به أم جاحد، على غني أم فقير، وسواء أكان حالاً أم مؤجلاً، وكون هذا الدين ليس في يده لا يمنع من وجوب الزكاة فيه.
Barangsiapa yang memiliki piutang pada orang lain, dan telah mencapai nishab, baik piutang itu sendiri atau ditambah dengan harta miliknya, maka wajib mengeluarkan zakatnya apabila telah lewat satu tahun; karena piutang tersebut adalah hartanya dan telah terpenuhi syarat untuk mengeluarkan zakatnya, maka wajib dikeluarkan zakatnya, sama saja apakah piutang tersebut ada pada orang yang mengakui -akan membayar- utangnya atau ada pada orang yang menolak, baik dia orang kaya ataupun fakir miskin, dan sama saja apakah piutang tersebut langsung dibayar atau ditunda. Keberadaan harta piutang ini tidak ada dalam genggamannya tidaklah menjadi penghalang dari kewajiban mengeluarkan zakatnya.

أما كيفية إخراج الزكاة فتكون تبعاً لنوع الدين، والدين إما أن يكون حالاً، أو مؤجلاً (مقسطاً)، والدين الحال، على نوعين:
Adapun tata cara pembayaran zakatnya maka mengikuti jenis utang piutangnya, utang piutang itu ada yang dilunasi sekaligus atau ditunda (dicicil). Utang piutang yang dilunasi sekaligus -sekali bayar- ada dua macam :

الأول: إذا كان على مليء وهو الذي يستطيع أن يوفي دينه في أي وقت يشاء، فهذا يُزكى في كل عام وإن لم يقبضه الدائن؛ لأنه بمثابة المال المملوك المدخر عند الغير.
Pertama: Apabila piutang tersebut ada pada orang berada yang mampu melunasi utangnya kapanpun dia kehendaki, maka piutang ini dikeluarkan zakatnya setiap tahun meskipun piutang tersebut belum dipegang oleh pemiliknya -kreditur-, karena piutang itu kedudukannya sama seperti harta yang dimiliki, yang disimpan -dititip- di orang lain.

الثاني: الدين الميؤوس منه، أو على مماطل فهذا يزكيه لما مضى من السنين عند قبضه عند السادة الشافعية، وهذا أحوط وأبرأ للذمة، وعند السادة المالكية يزكى لعام واحد فقط عند قبضه، وهذا أيسر على الناس، جاء في "مواهب الجليل" (2/321): "وأما دين التجارة فلا اختلاف في أن حكمه حكم عروض التجارة يقومه المدير ويزكيه غير المدير إذا قبضه زكاة واحدة لما مضى من الأعوام".
Kedua: Piutang yang tak ada harapan -akan dilunasi- atau ada pada orang yang suka menunda, maka ini dibayarkan zakat semua tahun-tahun yang telah berlalu, dikeluarkan pada saat piutang tersebut telah dilunasi, dipegang oleh kreditur, ini menurut pendapat ulama besar mazdhab syafi'i. Pendapat ini lebih berhati-hati dan lebih bebas dari tanggungan, sementara menurut ulama besar mazdhab maliki, dikeluarkan zakat untuk setahun saja pada saat pembayaran piutang tersebut diterima, pendapat ini lebih mudah bagi orang-orang. Terdapat penjelasan dalam kitab "Mawahib al Jalil" (2/321) : "dan adapun utang piutang perniagaan maka tidak ada silang pendapat, bahwasanya hukumnya adalah sama dengan hukum barang dagangan, pengelola mengurusnya dan selain pengelola -pemilik- mengeluarkan zakatnya apabila dia telah menerimanya dengan membayar satu kali saja untuk semua tahun-tahun yang telah berlalu"

وتجب الزكاة في البضائع المعدة للبيع سواء كانت مواداً تموينية أم غيرها؛ لما ورد عن سمرة بن جندب، أنه قَالَ: (إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِي نُعِدُّ لِلْبَيْعِ) رواه أبو داود، فإذا جاء آخر الحول قوم البضاعة بسعر يومها بالنقد المتعامل به، فإن بلغت قيمتها قيمة خمسة وثمانين غراماً من الذهب الخالص فأكثر وجبت فيها الزكاة ربحت أو خسرت، ويجب إخراج زكاتها من النقد، لا من البضائع.
Wajib mengeluarkan zakat pada harta benda yang disiapkan untuk perniagaan, baik berupa persediaan makanan atau selainnya; berdasarkan riwayat dari Samurah bin Jundub, bahwasanya beliau berkata: (Sesungguhnya Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam dahulu memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari harta yang kami siapkan untuk perniagaan) [HR. Abu Daud]. Maka apabila tiba akhir tahun, seluruh barang dagangan dihitung harganya sesuai dengan alat tukar -mata uang- yang digunakan pada hari itu, apabila nilainya mencapai 85gr emas murni atau lebih dari itu, maka wajib dikeluarkan zakatnya, baik dalam keadaan untung ataupun rugi, dan wajib dikeluarkan zakatnya berupa mata uang bukan dalam bentuk barang-barang dagangan.

ولا تجب الزكاة في الأصول الثابتة كالسيارة والبيت والآلات الصناعية ونحو ذلك؛ لانعدام شرط النماء، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (لَيْسَ عَلَى المُسْلِمِ فِي فَرَسِهِ وَغُلاَمِهِ صَدَقَةٌ) رواه البخاري، وقال الإمام الماوردي رحمه الله: "الزكاة واجبة في الأموال النامية، كالمواشي والزرع وعروض التجارات، دون ما ليس بنام كالدور والعقارات" "الحاوي الكبير" (3/130). والله تعالى أعلم.
Zakat tidaklah wajib pada aset tetap seperti mobil, rumah, peralatan industri dan yang semisalnya; karena tidak terpenuhi syarat mengalami "pertumbuhan", Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: (Tidak ada kewajiban zakat atas seorang muslim pada tempat tidur dan budaknya [HR. Bukhari], Imam al Mawardi rahimahullah berkata: "Zakat itu wajib pada harta yang mengalami pertumbuhan, seperti binatang ternak, pertanian, dan barang-barang dagangan, bukan pada harta yang tidak berkembang seperti rumah dan harta tak bergerak lainnya" [al Hawi al Kabir 3/130].

والله تعالى أعلم

Sumber : دار الإفتاء - حكم زكاة الديون

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Al-Bukhari 6089 & Muslim 46)