Jadwal Kajian Rutin & Privat Bahasa Arab | Pesantren Terbuka "As-Sunnah" Selayar

Ketika Wanita Harus Keluar Bekerja, Apa Kata Ulama?

Hukum Wanita Keluar Bekerja Untuk Menutupi Kebutuhan
Hukum Wanita Keluar Bekerja Untuk Menutupi Kebutuhan
السؤال:
Pertanyaan

أختٌ تخرَّجَتْ مِنَ الجامعة، وأبوها عاطلٌ عن العمل، ولها إخوةٌ صِغارٌ وليس لهم مَنْ يُنْفِق عليهم، فهل يجوز لها العملُ لسَدِّ حاجياتهم؟ هذا مِنْ جهةٍ، ومِنْ جهةٍ أخرى تَقدَّم لخِطبةِ هذه الأختِ رجلٌ يصلِّي الصلواتِ الخمسَ في المسجد، وهو متخلِّقٌ وتاجرٌ، لكنَّه ليس سنِّيَّ العقيدة ولا سلفيَّ المنهج، فهل تقبل به زوجًا أم تعمل لتكسب القوتَ؟ وجزاكم الله خيرًا.
Ada seorang saudari -muslimah- alumni sebuah universitas. Ayahnya berhenti bekerja, sementara dia memiliki beberapa saudara yang masih kecil dan tidak ada orang yang menafkahi mereka, apakah boleh baginya bekerja untuk menutupi segala kebutuhan mereka? Ini dari satu sisi, dan dari sisi yang lain; ada orang yang melamar saudari -muslimah- ini, seorang lelaki yang senantiasa sholat lima waktu di masjid, akhlaknya -baik- dan pengusaha -kaya-, akan tetapi aqidahnya bukan sunny dan manhajnya bukan salafi, apakah dia menerimanya sebagai seorang suami atau dia bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya? Jazakumullah khaeran.

الجواب:
Jawab:

الحمد لله ربِّ العالمين، والصلاةُ والسلام على مَنْ أرسله الله رحمةً للعالمين، وعلى آله وصحبِه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، أمَّا بعد:
Segala puji hanya milik Allah, Rab semesta alam. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada -Nabi kita- yang Allah utus sebagai rahmatan lil'alamin, serta kepada seluruh keluarga, shahabat dan saudara-saudaranya sampai tegaknya hari kiamat.

فالمرأة ليسَتْ مُطالَبةً بالخروج للعمل قَصْدَ الإنفاق على أفرادِ أسرتها ما دام الأبُ قادرًا على التكسُّب والإنفاق، والأصلُ أنَّ المرأة يكفيها أولياؤها المؤونةَ إلى أَنْ تنتقل إلى بيت الزوجية ليقوم الزوجُ عليها، هذا هو الأصل، لكِنْ إذا لم يكن للمرأة مُنْفِقٌ يغطِّي نفقاتِها مِنْ مأكلٍ ومشربٍ وملبسٍ وأدويةٍ، ولها إخوةٌ صِغارٌ قُصَّرٌ عاجزون عن العمل والتكسُّب، ولا يُوجَدُ قادرٌ على التكسُّب سِواها؛ جاز لها ـ حالتَئذٍ ـ الخروجُ للعمل وإِنْ خالفَتْ أصلَها للحاجة أو الضرورة على وجه الاستثناء، فتخرج بالضوابط الشرعية: مُلازِمةً للسَّتر والحياء، وتاركةً للزينة والطِّيب، مُتحاشِيةً الاختلاطَ بالرجال الأجانبِ والخلوةَ بهم ونحوَ ذلك، فإذا زال خطرُ الإنفاق لوجودِ مَنْ يتكفَّل بالإنفاق ففي هذه الحال تعود إلى أصلها فتبقى في بيتها؛ لقوله تعالى: {وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى} [الأحزاب: 33].
Seorang wanita tidaklah dituntut untuk keluar bekerja dengan tujuan menafkahi anggota keluarganya, selama sang ayah mampu untuk mencari nafkah. Hukum asalnya, seorang wanita dipenuhi kebutuhannya oleh para walinya sampai ia pindah membina rumah tangga bersama suaminya, dia ditanggung oleh suaminya, inilah hukum asalnya. Akan tetapi, apabila tidak ada bagi wanita tersebut, orang yang memberikan nafkah, yang menutupi nafkahnya berupa makanan, minuman, pakaian dan obat-obatan, sementara dia memilki adik yang masih kecil-kecil, yang tidak mampu bekerja dan mencari nafkah serta tidak didapati ada orang yang mampu mencari nafkah selain dia; maka boleh baginya -ketika keadaannya seperti itu- untuk keluar bekerja, meski menyelisihi hukum asal, karena adanya kebutuhan atau karena darurat sebagai bentuk pengecualian. Dia boleh keluar dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan syariat:
  • Konsisten menutup aurat dan punya rasa malu,
  • Tidak berhias dan tidak memakai wewangian,
  • Mengkhawatirkan dirinya jangan sampai ikhtilath -bercampurbaur- dengan lelaki asing dan berdua-duan dengan mereka,
  • dan sebagainya.
Apabila telah hilang kegentingannya dalam mencari nafkah, karena adanya orang yang menanggung nafkahnya, maka dalam keadaan seperti ini, dia kembali ke hukum asal, tinggal di rumahnya, berdasarkan firman Allah ta'ala: {dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu} [Al Ahzab: 33]

هذا، وإذا كانَتِ المرأةُ مؤهَّلةً للزواج ورأَتْ نَفْسَها إِنْ تركَتِ الزواجَ قد تخشى على نفسِها الفتنةَ وهي قادرةٌ على إقامةِ حدود الله مع زوجها ووجدَتْ مَنْ يقوم على إخوتها الصغار؛ ففي هذه الحال ليس لها أَنْ تتزوَّج إلَّا مِنْ كفءٍ سنِّيٍّ عقدًا وعملًا وسلوكًا يُرضى خُلُقُه ودِينُه.
Demikian untuk sisi pertama, kemudian apabila wanita tersebut sudah layak untuk menikah dan dia melihat dirinya jika tidak menikah ada kekhawatiran tertimpa fitnah sementara dia mampu untuk menegakkan batasan-batasan Allah bersama dengan suaminya dan dia temukan orang yang bisa mengurus saudara-saudaranya yang masih kecil; maka dalam keadaan seperti ini, sebaiknya dia tidak menikah -menerima lamaran- kecuali dari lelaki yang sekufu', aqidah, amal dan suluknya sunny, yang agama dan akhlaknya diridhoi.

والعلم عند الله تعالى، وآخِرُ دعوانا أنِ الحمدُ لله ربِّ العالمين، وصلَّى الله على نبيِّنا محمَّدٍ وعلى آله وصحبِه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، وسلَّم تسليمًا.

Sumber: في حكم خروج المرأة للعمل عند مقتضى الحاجة - https://ferkous.com/home/?q=fatwa-270

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Al-Bukhari 6089 & Muslim 46)