Lanjutan dari pembahasan 'Uluwwullahi Ta'ala [Kemaha Tinggian Allah Ta'ala] Part. 1
Kesembilan :
Isyarat dengan telunjuk mengarah ke atas untuk menunjukkan keberadaan Allah Subhanahu wata'ala, Imam Muslim meriwayatkan dalam Shohihnya, dari Jabir Rodhiallohu 'anhu bahwasanya Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda di akhir khutbahnya pada hari Arafah dihadapan seluruh kaum muslimin :
Para hadirin berkata :
Maka Nabi-pun bersabda dengan mengangkat telunjuknya ber-isyarat kearah langit serta menggerak-gerakkannya kearah orang-orang yang hadir :
Kesepuluh :
Keterangan yang sangat jelas dan gamblang bahwasanya Allah Subhanahu wata'ala di atas tujuh lapis langit, sebagaimana dalam sabda Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam kepada Sa'ad bin Mu'adz Rodhiallohu 'anhu setelah memberikan keputusan bagi Bani Quraidzhoh, dimana orang-orang yang terlibat perang diantara mereka akan dibunuh dan harta-harta serta anak cucu mereka akan dibagi-bagi, Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :
[Demikianlah dalil-dalil berupa nash tersurat atau yang secara zohir jelas menetapkan ketinggian Zat Allah Subhanahu wata'ala yang terdapat di dalam Al Qur'an dan Sunnah]
Sungguh, beberapa orang dari murid-murid senior Imam Syafi'i, telah menyebutkan bahwa dalil-dalil berkenaan dengan ketinggian Zat Allah Subhanahu wata'ala di atas seluruh makhluk-Nya yang terdapat di dalam Kitab Allah (Al Qur'an), ada lebih dari seribu dalil.
Namun, bersamaan dengan adanya dalil-dalil syar'i, lagi mutawatir, dengan berbagai macam bentuk, serta sangat tegas menunjukkan penetapan ketinggian Zat Allah di atas seluruh makhluknya, ternyata kaum Mu'ath-thilah seperti Mu'tazilah dan mayoritas orang-orang Asyaa'iroh tidaklah menerima penetapan "Kemaha-Tinggian" ini bagi Allah Subhanahu wa ta'ala, mereka lebih mengutamakan syubuhat akal-akalan yang mereka ambil dari ilmu kalam warisan para Filosof Yunani dibandingkan dengan Nash-Nash (Al Qur'an dan Sunnah). Akhirnya mereka menjadikan akal manusia sebagai Hakim terhadap Kitab Allah (Al Qur'an) dan Sunnah Rasul-Nya Shollallahu 'alaihi wasallam, tentu ini merupakan penyimpangan yang sangat jelas dari jalan yang lurus. Sungguh benar Imam Syafi'i Rahimahullah dimana beliau berkata :
[Dalil berupa Ijma']
Adapun dalil dari Ijma', maka sungguh telah sepakat para Shahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik, serta para Imam Ahlussunnah bahwa Zat Allah Subhanahu wa ta'ala Maha Tinggi di atas seluruh makhluk-Nya, bersemayam di atas arsy-Nya. Pendapat-pendapat mereka dalam masalah ini sangat populer dan mutawatir. Sungguh Abu Abdillah Al Qurtubi Al Maliki telah menyebutkan adanya Ijma' Salaf bahwasanya Allah Subhanahu wata'ala Maha Tinggi (di atas seluruh makhluk-Nya).
Al Imam Al Auza'i seorang Tabi'in yang mulia, berkata :
Tidak ada satu-pun sama sekali Salaf yang mengatakan : sesungguhnya Allah tidak di atas langit, dan tidak ada pula yang berpendapat bahwa zat Allah ada dimana-mana, serta tidak ada pula yang berpendapat bahwa seluruh tempat bagi Allah, itu sama saja.
[Dalil berupa Fitroh Penciptaan Manusia]
Adapun dalil dari fitroh : Sesungguhnya seluruh hamba sesuai dengan tabi'at mereka, jika hendak berdo'a kepada Allah, ingin bersimpuh dihadapan-Nya, maka mereka akan mengangkat tangannya, lalu hatinya mengarah tinggi ke atas. Sungguh demikianlah Allah Subhanahu wata'ala telah menanamkan fitroh didalam hati-hati hamba-Nya ketika menghadap Allah di dalam do'anya dengan menghadapkan hatinya tinggi ke atas, hal yang demikian ini menunjukkan bahwa Zat Allah Subhanahu wa ta'ala tinggi di atas seluruh makluk-Nya.
Wallohu A'lam
Terjemah Bebas Kitab Tas-hil Al Aqidah Al Islamiyah karya Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Al Jibrin.
Kesembilan :
Isyarat dengan telunjuk mengarah ke atas untuk menunjukkan keberadaan Allah Subhanahu wata'ala, Imam Muslim meriwayatkan dalam Shohihnya, dari Jabir Rodhiallohu 'anhu bahwasanya Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda di akhir khutbahnya pada hari Arafah dihadapan seluruh kaum muslimin :
" أنتم تسألون عني، فما أنتم قائلون؟ "
"Kalian akan ditanya tentang Aku, maka apa jawaban kalian ?"Para hadirin berkata :
نشهد أنك قد بلغت وأديت ونصحت
Kami bersaksi bahwa sesungguhnya engkau telah menyampaikan (risalah), menunaikan (amanah) dan menasehati (ummat)Maka Nabi-pun bersabda dengan mengangkat telunjuknya ber-isyarat kearah langit serta menggerak-gerakkannya kearah orang-orang yang hadir :
"اللهم اشهد، اللهم اشهد "
Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah (3 kali)Kesepuluh :
Keterangan yang sangat jelas dan gamblang bahwasanya Allah Subhanahu wata'ala di atas tujuh lapis langit, sebagaimana dalam sabda Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam kepada Sa'ad bin Mu'adz Rodhiallohu 'anhu setelah memberikan keputusan bagi Bani Quraidzhoh, dimana orang-orang yang terlibat perang diantara mereka akan dibunuh dan harta-harta serta anak cucu mereka akan dibagi-bagi, Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :
" لقد حكمتَ فيهم بحكم الله الذي حكم به من فوق سبع سماوات "
"Sungguh engkau telah menetapkan hukum bagi mereka dengan hukum Allah, yang Allah telah tetapkan hukum tersebut dari atas tujuh lapis langit. [HHR. Ibnu Sa'ad, An Nasa'i dan Adz-Dzahabi][Demikianlah dalil-dalil berupa nash tersurat atau yang secara zohir jelas menetapkan ketinggian Zat Allah Subhanahu wata'ala yang terdapat di dalam Al Qur'an dan Sunnah]
Sungguh, beberapa orang dari murid-murid senior Imam Syafi'i, telah menyebutkan bahwa dalil-dalil berkenaan dengan ketinggian Zat Allah Subhanahu wata'ala di atas seluruh makhluk-Nya yang terdapat di dalam Kitab Allah (Al Qur'an), ada lebih dari seribu dalil.
Namun, bersamaan dengan adanya dalil-dalil syar'i, lagi mutawatir, dengan berbagai macam bentuk, serta sangat tegas menunjukkan penetapan ketinggian Zat Allah di atas seluruh makhluknya, ternyata kaum Mu'ath-thilah seperti Mu'tazilah dan mayoritas orang-orang Asyaa'iroh tidaklah menerima penetapan "Kemaha-Tinggian" ini bagi Allah Subhanahu wa ta'ala, mereka lebih mengutamakan syubuhat akal-akalan yang mereka ambil dari ilmu kalam warisan para Filosof Yunani dibandingkan dengan Nash-Nash (Al Qur'an dan Sunnah). Akhirnya mereka menjadikan akal manusia sebagai Hakim terhadap Kitab Allah (Al Qur'an) dan Sunnah Rasul-Nya Shollallahu 'alaihi wasallam, tentu ini merupakan penyimpangan yang sangat jelas dari jalan yang lurus. Sungguh benar Imam Syafi'i Rahimahullah dimana beliau berkata :
"ما أحد ارتدى بالكلام فأفلح"
Tidak ada seorang-pun yang mengenakan pakaian Ilmu Kalam, lalu menjadi beruntung[Dalil berupa Ijma']
Adapun dalil dari Ijma', maka sungguh telah sepakat para Shahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik, serta para Imam Ahlussunnah bahwa Zat Allah Subhanahu wa ta'ala Maha Tinggi di atas seluruh makhluk-Nya, bersemayam di atas arsy-Nya. Pendapat-pendapat mereka dalam masalah ini sangat populer dan mutawatir. Sungguh Abu Abdillah Al Qurtubi Al Maliki telah menyebutkan adanya Ijma' Salaf bahwasanya Allah Subhanahu wata'ala Maha Tinggi (di atas seluruh makhluk-Nya).
Al Imam Al Auza'i seorang Tabi'in yang mulia, berkata :
"كنا والتابعون متوافرون نقول: إن الله تعالى ذكره فوق عرشه، ونؤمن بما جاءت به السنة من صفاته عز وجل "
Kami dahulu dan banyak dari tabi'in berpendapat : Sesungguhnya Allah Ta'ala Dzikruhu di atas arsy-Nya, serta kami beriman kepada apa saja dari sifat-sifat Allah Azza wajalla yang datang (terdapat) dalam As- SunnahTidak ada satu-pun sama sekali Salaf yang mengatakan : sesungguhnya Allah tidak di atas langit, dan tidak ada pula yang berpendapat bahwa zat Allah ada dimana-mana, serta tidak ada pula yang berpendapat bahwa seluruh tempat bagi Allah, itu sama saja.
[Dalil berupa Fitroh Penciptaan Manusia]
Adapun dalil dari fitroh : Sesungguhnya seluruh hamba sesuai dengan tabi'at mereka, jika hendak berdo'a kepada Allah, ingin bersimpuh dihadapan-Nya, maka mereka akan mengangkat tangannya, lalu hatinya mengarah tinggi ke atas. Sungguh demikianlah Allah Subhanahu wata'ala telah menanamkan fitroh didalam hati-hati hamba-Nya ketika menghadap Allah di dalam do'anya dengan menghadapkan hatinya tinggi ke atas, hal yang demikian ini menunjukkan bahwa Zat Allah Subhanahu wa ta'ala tinggi di atas seluruh makluk-Nya.
Wallohu A'lam
Terjemah Bebas Kitab Tas-hil Al Aqidah Al Islamiyah karya Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Al Jibrin.
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Al-Bukhari 6089 & Muslim 46)