Jadwal Kajian Rutin & Privat Bahasa Arab | Pesantren Terbuka "As-Sunnah" Selayar

Anda Rutin Membaca Al Qur'an? Sudahkah Anda Mengamalkan Perkara Berikut Ini?

Kajian Kitab Setiap Malam Sabtu Masjid Al Ikhwan Bo'dia Tabang
Majelis Ta'lim Setiap Malam Sabtu
Pasal [Berkaitan Tentang Memperindah Suara]

Dianjurkan untuk memperbagus bacaan, jika suaranya kurang bagus, maka tetap berusaha memperindahnya sesuai kemampuan. Adapun membaca dengan banyak kekeliruan, maka salaf dahulu tidak senang dengan yang demikian itu.
Dianjurkan membaca dengan suara pelan, sungguh telah datang dalam sebuah hadits :
"فضل قراءة السر على قراءة العلانية كفضل صدقة السر على صدقة العلانية"
"Keutamaan membaca dengan suara pelan dibanding membaca dengan suara besar sama seperti keutamaan sedekah sembunyi-sembunyi dibanding sedekah terang-terangan".[1]
Namun tetap dianjurkan untuk memperdengarkannya kepada dirinya sendiri.
Namun tidak mengapa mengeraskan bacaan dalam beberapa waktu untuk tujuan yang benar, baik untuk memperbaiki hafalan atau untuk menghilangkan rasa malas dan kantuk dari diri sipembaca, atau agar orang yang mengantuk bisa terjaga.
Adapun : hukum membaca al Qur'an di dalam sholat, ukuran ayat/surah yang dibaca pada saat sholat fardhu, dan letak membaca dengan keras dan pelan, hal tersebut telah diketahui bersama, masyhur di dalam kitab-kitab fiqh.
Barangsiapa yang memiliki mushaf, maka sebaiknya dia membaca isinya setiap hari beberapa ayat yang ringkas agar tidak menjadi layaknya sesuatu yang ditinggalkan.
Sebaiknya bagi pembaca al Qur'an al Adzhim memperhatikan bagaimana kelembutan Allah kepada makhluq-Nya, ketika menyampaikan kepada mereka pemahaman terhadap makna perkataan-Nya, dan hendaknya dia mengetahui bahwa apa yang dibacanya bukanlah perkataan manusia, dan hendaknya dia hadirkan keagungan zat yang berbicara yaitu Allah subhanahu wata'ala dan mentadabburi kata-kata-Nya. Karena tadabbur itu merupakan tujuan dari membaca al Qur'an, sekiranya tidak dapat mentadabburinya kecuali dengan mengulang-ulangi dalam membaca satu ayat, maka hendaknya dia terus mengulang-ulanginya. Sungguh Abu Dzar radhiallohu 'anhu telah meriwayatkan dari Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau berdiri menegakkan sholat malam dengan membaca ayat yang diulang-ulanginya :
{إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ} [المائدة: 118]
{Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau} [QS. Al Maidah : 118]
Tamim ad Dari radhiallohu 'anhu berdiri menegakkan sholat dengan membaca satu ayat yaitu firman Allah ta'ala :
{أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ} [الجاثية: 21]
{Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh,} [QS. Al Jatsiyah : 21]
Demikian pula ar Rabi' bin Khutsaim -rahmatullah 'alaih- berdiri menegakkan sholat malam dengan membaca ayat tersebut.
Sebaiknya bagi orang yang membaca al Qur'an meneliti agar nampak jelas dari setiap ayat, apa saja yang sesuai dengan makna ayat tersebut, dan dia berusaha memahami sedikit demi sedikit hal itu. Apabila dia membaca firman Allah ta'ala :
{خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ} [الأنعام: 1]
{-Segala puji bagi Allah Yang- telah menciptakan langit dan bumi} [QS. al An'am : 1]
Hendaknya dia mengetahui keagungan-Nya dan mengagumi keMahaKuasaan-Nya, pada setiap yang dia lihat.
Apabila dia membaca :
{أَفَرَأَيْتُمْ مَا تُمْنُونَ} [الواقعة: 58]
{Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.} [QS. Al Waqi'ah : 58]
Maka hendaknya dia pikirkan tentang nutfah yang bentuknya seragam, bagaimana bisa terbagi-bagi menjadi daging dan tulang, urat dan syaraf, dan menjadi bentuk yang beraneka ragam, mulai dari kepala dan tangan serta kaki, kemudian terbagi-bagi lagi kedalam beberapa sifat yang mulia yang nampak padanya, seperti pendengaran, penglihatan, akal dan lain sebagainya, maka hendaknya dia memperhatikan keajaiban-keajaiban ini.
Apabila dia membaca keadaan orang-orang yang "mendustakan" hendaknya dia merasakan takut akan hantaman keras yang akan menimpanya jika dia lalai dari melaksanakan perintah.
Hendaknya orang yang membaca al Qur'an melepaskan diri dari berbagai hal yang bisa menghalangi pemahamannya. Misalnya, setan membisikkan khayalan kepadanya, bahwa dia belum benar dalam membaca sebuah huruf dan belum membacanya sesuai dengan makhrajnya, sehingga sipembaca terus mengulang-ulangi bacaannya tersebut, dan akhirnya memalingkan niat dan keinginannya dari paham akan makna ayat yang dibacanya. Diantara contoh hal yang bisa menghalangi pemahaman adalah terus menerus berbuat dosa, atau memiliki sifat sombong, atau diuji dengan penyakit memperturutkan hawa nafsu. Sesungguhnya perkara tersebut merupakan sebab gelap dan berkaratnya hati. Hal itu seperti karat di cermin, bisa menghalangi dari tampaknya kebenaran, karena hati ibarat cermin, sementara syahwat ibarat noda karat, dan makna al Qur'an ibaratnya seperti berbagai macam gambar yang bisa nampak di balik cermin, lalu melatih hati dengan menyingkirkan noda syahwat ibaratnya seperti menjadikan bening sebuah cermin.
Sebaiknya bagi pembaca al Qur'an mengetahui bahwa dialah yang dituju dari apa yang disampaikan didalam al Qur'an dan ancaman-ancamannya. Dan dia harus pahami bahwa kisah-kisah yang terdapat didalamnya, tujuannya bukan sekedar menyampaikan peristiwa dan berita, akan tetapi untuk diambil hikmah dan pelajaran didalamnya, maka hendaknya dia memperhatikan hal ini. Dengan demikian dia membaca layaknya bacaan seorang budak yang tuannya menulis sesuatu dengan tujuan tertentu yang ditujukan kepadanya.
Hendaknya dia memperhatikan al Qur'an dan mengamalkan kandungannya, sesungguhnya perumpamaan orang yang durhaka ketika membaca dan membolak-balik al Qur'an, seperti orang yang membolak-balik kitab sang raja dan berpaling dari memakmurkan kerajaannya serta berpaling dari apa yang sang raja perintahkan dalam kitab tersebut, maka dia merasa cukup dengan apa yang ada padanya dan enggan mempelajarinya, serta menyelishi perintah-perintahnya. Maka sekiranya dia enggan mempelajari disertai dengan penyelisihan terhadapnya maka hukumannya tentu lebih jauh (lebih parah) dibanding sekedar mendapat olok-olokan dan kelayakan mendapatkan murka.
Hendaknya dia berlepas diri dari daya dan upayanya, sehingga tidak menoleh kepada dirinya dengan pandangan telah diridhoi dan telah suci, karena sesungguhnya orang yang memandang dirinya dengan pandangan penuh kekurangan maka hal tersebut menjadi sebab dekatnya kepada Allah.

Sumber : Mukhtashar Minhajil Qosidin hal. 52-52 [Maktabah Syamilah]

[1] Tidak ada hadits dengan lafadz seperti diatas, namun dia semakna dengan hadits shohih :
"الجاهر بالقرآن كالجاهر بالصدقة، والمسر بالقرآن كالمسر بالصدقة"
"Orang yang mengeraskan suara dalam membaca al Qur'an sama seperti orang yang terang-terangan dalam bersedekah, dan Orang melembutkan suara dalam membaca al Qur'an sama seperti orang yang sembunyi-sembunyi dalam bersedekah
HR. Abu Daud (1333) dan At Tirmidzi (2920) dari hadits Uqbah bin Amir, sanadnya shohih, karena Ismail bin Ayyasy, meriwayatkannya dari Juhair bin Sa'ad al Himshi, dan dia termasuk penduduk kampungnya, dan riwayatnya dari mereka adalah riwayat yang lurus bisa diterima.

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Al-Bukhari 6089 & Muslim 46)