Jenis Hewan untuk ‘Aqiqah
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama pendapat tentang masyru’-nya kambing atau domba untuk ‘aqiqah. Boleh dari jenis jantan ataupun betina. Hal ini didasarkan oleh hadits :
Namun mereka berselisih pendapat tentang jenis hewan selain kambing atau domba (misalnya : onta atau sapi).
1. Jumhur ulama membolehkannya.
Mereka berdalil dengan beberapa hadits, diantaranya :
Namun atsar ini tidak shahih. [3]
Mereka (jumhur) juga beralasan bahwa makna syaatun (شاة) dalam bahasa Arab bisa bermakna domba, kambing, sapi, unta, kijang, dan keledai liar.
2. Sebagian ulama tidak membolehkannya, bahkan mereka menyatakan tidak sah ’aqiqah selain dari jenis kambing atau domba.
Dalil mereka adalah dalil-dalil yang telah disebutkan pada pembahasan di atas yang semuanya menyebut dengan istilah domba atau kambing. Selain itu, mereka juga berdalil dengan atsar berikut :
Dari dua pendapat di atas, yang rajih menurut kami adalah pendapat kedua yang menyatakan ketidakbolehan ’aqiqah selain dari jenis kambing atau domba. Walaupun telah shahih riwayat dari Anas radliyallaahu ’anhu bahwasannya ia menyembelih onta, namun itu tidak dapat dipertentangkan dengan hadits-hadits Nabi shallallaahu ’’alaihi wasallam yang semuanya menyebutkan atau membatasi pada jenis kambing atau domba saja. Apalagi telah shahih pengingkaran ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa tentang hal itu. ’Aqiqah merupakan satu bentuk ibadah yang dalam pelaksanaannya bersifat tauqifiyyah (berdasarkan nash). Termasuk di dalamnya adalah dalam penentuan jenisnya. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam tidak beraqiqah dengan selain kambing/domba, tidak pernah memerintahkannya, dan tidak pernah pula memberikan taqrir (persetujuan) kepada para shahabat. Oleh karena itu, sunnah beliau shallallaau ’alaihi wasallam tidaklah bisa dibatalkan oleh ijtihad Anas bin Malik radliyallaahu ’anhu. Wallaahu a’lam.
Adapun alasan bahwa secara bahasa syaatun itu bisa bermakna pada selain kambing, maka jawabannya : ”Pada asalnya kata syaatun itu jika diucapkan secara mutlak, maka tidak ada makna lain kecuali kambing. Adapun makna selain kambing, maka ia adalah makna secara majazy yang hanya bisa dipakai jika ada qarinah (keterangan) yang menunjukkan pada makna tersebut. Oleh karena itu, Ibnul-Mandzur dalam Lisaanul-’Arab berkata : ”Syaat adalah bentuk tunggal dari kambing, baik jantan maupun betina. Dikatakan : Syaat adalah domba, kambing, kijang, sapi, onta, dan keledai liar”.
Al-Hafidh berkata :
Jumlah Hewan ’Aqiqah untuk Anak Laki-Laki dan Perempuan
Sesuai dengan hadits-hadits yang telah disebutkan, ’aqiqah untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing.
Shiddiq Hasan Khan menukil kesepakatan bahwasannya ’aqiqah untuk anak perempuan adalah satu kambing.[8] Namun klaim ijma’ dari beliau ini perlu ditinjau kembali karena Ibnu ’Abdil-Barr mengatakan bahwa Al-Hasan dan Qatadah berpendapat bahwa anak perempuan tidak perlu di-’aqiqahi.[9] Pendapat yang ternukil dari Al-Hasan dan Qatadah ini tidak perlu untuk diperhatikan karena telah sah dalam banyak hadits bahwasannya anak perempuanpun disyari’atkan untuk di-’aqiqahi dengan satu ekor kambing.
Adapun untuk anak laki-laki, maka para ulama berbeda pendapat. Shiddiq Hasan Khan menjelaskan sebagai berikut : ”Jumhur ulama mengatakan bahwa ’aqiqah bagi anak laki-laki adalah dengan dua ekor kambing. Imam Malik berkata : Satu ekor kambing.[10] Al-Mahalliy : ’Kesimpulannya, asal dari sunnah ’aqiqah untuk anak laki-laki adalah satu ekor kambing. Namun kesempurnaan dari sunnah tersebut, yaitu dua ekor kambing’”.[11]
Kami katakan, yang lebih tepat adalah dhahir pendapat jumhur ’ulamaa, yaitu yang disyari’atkan ’aqiqah bagi anak laki-laki adalah dua ekor kambing. Ini adalah asal dari perintah sekaligus menunjukkan kesempurnaannya.
Bolehkah Menyembelih Satu Ekor Kambing untuk Anak Laki-Laki ?
Sebagian ulama membolehkannya dengan dasar perbuatan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahkan Al-Hasan dan Al-Husain dengan seekor kambing.
Namun, ada pembicaraan mengenai riwayat di atas. Berikut perinciannya :
1. Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2841, Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir 11/316 no. 11856, Ibnul-Jarud dalam Al-Muntaqaa no. 911 dan 912, Ath-Thahawiy dalam Al-Musykiil 1/457, Al-Baihaqi 9/302, Ibnu ’Abdil-Barr dalam At-Tamhiid 4/314 serta Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 7/530 melalui jalur ’Abdul-Waarits bin Sa’id, dari Ayyub, dari ’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma secara marfu’. ’Abdul-Waarits ini dikuatkan oleh dua riwayat berikut :
2. Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/116 melalui jalur Ya’la bin ’Ubaid, dari Ayyub, dari Sufyan, dari ’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma secara marfu’. Akan tetapi sanad ini lemah karena adanya sisipan Sufyan antara Ayyub dan ’Ikrimah. Yang shahih, Ayyub menerima riwayat dari ’Ikrimah (tanpa melalui perantara Sufyan), dari Ibnu ’Abbas sebagaimana disebutkan pada jalur yang pertama.
3. Diriwayatkan pula oleh Al-Khaathib dalam At-Taarikh 10/no. 5302 dari jalur Hafsh bin Muhammad Al-Bashriy, dari Ayyub, dari ’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma secara marfu’. Nama Hafsh bin Muhammad Al-Bashriy dalam rantai sanad ini adalah keliru. Yang benar adalah Hafsh bin ’Umar Al-Bashriy. Adz-Dzahabi dalam Al-Mizaan 1/567 no. 2158 (tahqiq : ’Ali Muhammad Al-Bajawiy) berkata :
Dikarenakan dua riwayat penguat ‘Abdul-Waarits itu tidak shahih, maka yang tersisa hanyalah jalur pertama saja, yaitu ‘Abdul-Waarits bin Sa’id, dari Ayyub, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’. Inilah yang dapat dipegang.
Jalur ini pun tidak luput dari penyakit. ’Abdul-Warits menyelisihi banyak perawi – diantara mereka ada yang lebih kuat daripadanya – dalam hal kebersambungan sanadnya.
Ibnul-Jarud berkata :
Hammad bin Zaid statusnya lebih kuat daripada ’Abdul-Warits untuk riwayat yang berasal dari Ayyub.
’Abdurrazzaq dalam kitab Al-Mushannaf no. 7962 meriwayatkan dengan sanad mursal :
Muhammad bin ’Abdil-Qadir ’Atha’ – pentahqiq kitab As-Sunan Al-Kubraa lil-Baihaqi – ketika mengomentari hadits ’aqiqah Al-Hasan dan Al-Husain di atas menyebutkan perkataan Abu Hatim bahwasannya riwayat dari ’Ikrimah dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam secara mursal itu lebih shahih.[13] Perkataan Ibnu Abi Hatim secara lengkap adalah sebagai berikut :
Kesimpulannya, sanad hadits ini yang shahih adalah mursal.
Selain itu, riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain masing-masing dengan seekor kambing, bertentangan dengan riwayat lain yang dibawakan oleh An-Nasa’i (no. 4219) dari jalur Qatadah, dari ’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma :
Sanad hadits ini dla’if karena ’an’anah dari Qatadah. Riwayat An-Nasa’i ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim (4/237) melalui jalur Siwaar Abi Hamzah, dari ’Amr bin Syu’aib, ayahnya, dari kakeknya :
Sanad hadits ini dla’if karena Siwaar Abu Hamzah adalah dla’if (sebagaimana dikatakan oleh Adz-Dzahabiy). Namun, ia layak digunakan sebagai syaahid.
Ada hadits serupa yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban no. 5309 melalui jalur Ibnu Wahb, dari Jarir bin Haazim, dari Qatadah, dari Anas bin Malik :
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Al-Musykil 1/456, Abu Ya’laa no. 2945, Al-Bazzaar no. 1235, dan Al-Baihaqi 9/299 dari beberapa jalan Ibnu Wahb dengan sanad ini. Mengenai sanad ini; Ahmad bin Hanbal yang dinukil oleh Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtaarah, Ibnu Ma’in dalam Al-’Ilal karya ’Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (no. 3912), dan Ibnu ’Adiy dalam Al-Kaamil (2/130) semuanya menyimpulkan bahwa riwayat Jarir bin Haazim dari Qatadah adalah lemah. Juga, sanad hadits ini sebenarnya mursal. Ibnu Abi Hatim berkata :
Riwayat ini juga belum lepas dari ’an’anah Qatadah. Walhasil, hadits ini pun statusnya dla’if mursal.
Akan tetapi, secara keseluruhan, riwayat yang menyatakan ’aqiqah Al-Hasan dan Al-Husain masing-masing dengan dua ekor kambing dapat terangkat. Minimal berderajat hasan.[16] Apalagi hadits tersebut sesuai dengan keumuman peng-’aqiqahan bagi seorang anak laki-laki dengan dua ekor kambing.
Menyembelih dua ekor kambing dalam syari’at ’aqiqah inilah yang sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam.
Allaahu a’lam.
Alhamdulillah, tulisan ini selesai diposting ulang dari sebuah tulisan yang berjudul "’Aqiqah dalam Syari’at Islam – Perlu Anda Ketahui !"
Semoga ada manfaatnya.
__________________________________________________
[1]Diriwayatkan oleh Abi Dawud no. 2834-2835, At-Tirmidzi no. 1516, ‘Abdurrazzaq no. 7954, Ahmad 6/422, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 2/195.
[2]Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir no. 685 dan Ibnu Abi Syaibah 8/244 no. 24636 (Maktabah Ar-Rusyd; Cet. 1/1425, Riyadl). Asy-Syaikh Hamdiy bin ‘Abdil-Majid As-Salafy dalam takhrijnya atas riwayat Ath-Thabarani tersebut mengatakan : “Berkata (Al-Haitsami) dalam Al-Majma’ (4/59) : ‘Rijalnya adalah rijal Ash-Shahiih”.
[3]Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Ash-Shaghiir no. 229. Atsar ini palsu (maudlu’). Hadits ini mempunyai banyak cacat. Diantaranya, perawi yang bernama ’Abdul-Malik bin Ma’ruuf adalah majhul (tidak dikenal). Adapun Mas’adah bin Al-Yasa’, ia dikatakan oleh Adz-Dzahabi sebagai seorang yang haalik (celaka). Ia pun seorang rawi yang didustakan oleh Abu Dawud. Untuk keterangan selengkapnya, silakan lihat Irwaaul-Ghaliil 4/393-394 no. 1168.
[4]Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq no. 7956, At-Tirmidzi no. 1513, Ibnu Majah no. 3163 ; dan ini adalah lafadh ‘Abdurrazzaq. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : "Shahih sesuai dengan syarat Muslim. " [Irwaaul-Ghaliil 4/390].
[5]Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi dalam Al-Musykil 1/457 dan Al-Baihaqi 9/301 no. 19280. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : "Sanadnya hasan, rijalnya adalah rijal Syaikhain, kecuali ‘Abdil-Jabbar. Tentang dia, Adz-Dzahabi dalam Adl-Dlu’afaa berkata : ‘Tsiqah’. Al-Bukhari berkata : ‘Diselisihi dalam sebagian haditsnya’. Al-Hafidh berkata dalam At-Taqrib : ‘Shaduq, kadang salah/tidak kuat" [Irwaaul-Ghaliil 4/390].
[6]Diriwayatkan oleh Al-Hakim no. 7595 dan Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 7/528. Hadits ini sebenarnya dla’if (lihat kembali catatan kaki no. 22) karena adanya inqitha’ antara ‘Atha’ dengan Ummu Kurz. Akan tetapi hadits ini (yaitu khusus pada lafadh yang disebutkan di atas) menjadi terangkat dengan adanya syahid hadits sebelumnya.
[7]Fathul-Bariy 9/593.
[8]Sebagaimana dikatakan Shiddiq Hasan Khan :
[9]Ibnu ‘Abdil-Barr berkata :
[10]Juga merupakan pendapat dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ’Urwah bin Az-Zubair, Al-Qasim bin Muhammad, dan Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Al-Hasan. Lihat juga beberapa tentang pendapat ini dalam Al-Mushannaf li-Ibni Abi Syaibah 8/238-240 no. 24612-24617 dan Al-Muwaththa’ no. 1842, 1845, 1846 [tahqiq : Dr. Muhammad Mushthafa Al-A’dhamiy; Muassasah Zayid, Cet. 1/1425].
[11]Lihat At-Ta’liqatur-Radliyyah fii Raudlatin-Nadiyyah lil-‘Allamah Shiddiq Hasan, 3/145.
[12]Al-Muntaqaa (Ghautsul-Makduud bi-Takhriiji Muntaqaa Ibnil-Jarud – Abu Ishaq Al-Huwainiy), 3/192 no. 912.
[13]As-Sunan Al-Kubraa 9/302.
[14]Al-’Ilal Ibnu Abi Hatim 4/543-544 no. 1631, tahqiq : Dr. Sa’d bin ’Abdillah Al-Humaid dan Dr. Khaalid bin ’Abdirrahman Al-Juraisiy; Cet. 1/1426, Riyadl.
[15]Idem 4/545-546 no. 1633.
[16]Catatan : Syaikh Al-Albani menshahihkan dua riwayat di atas (meng-‘aqiqahi dengan satu ekor kambing dan dua ekor kambing) dalam Irwaaul-Ghaliil no. 1164, Shahih Sunan Abi Dawud 2/197, dan Shahih Sunan An-Nasa’i 3/139 no. 4230 (Maktabah Al-Ma’arif, Cet. 1/1419, Riyadl).
Beliau dalam Shahih Sunan Abi Dawud berkata setelah menyatakan keshahihan riwayat satu ekor kambing : “Akan tetapi riwayat An-Nasa’i yang menyatakan : “Masing-masing dua ekor kambing” ; maka ini lebih shahih.
Abul-Jauzaa’ berkata : Jika dikatakan dua-duanya shahih dan dua-duanya bisa dipakai, tentu saja hal ini ‘sulit’ untuk diterima. Hal itu dikarenakan peristiwa peng-‘aqiqahan Al-Hasan dan Al-Husain oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terjadi hanya sekali. Jika kita menetapkan salah satunya, maka itu akan menafikkan yang lain. Oleh karena itu, jika dikatakan bahwa dua-duanya shahih sementara riwayat yang dibawakan oleh An-Nasa’i itu lebih shahih, maka jadilah riwayat Abu Dawud itu statusnya syadz. Namun pada kenyataannya, riwayat Abu Dawud tersebut berstatus mursal. Konsekuensinya dla’if. Maka dalam hal ini, hanya riwayat yang menyatakan ”masing-masing dua ekor kambing” lah yang dapat diterima dan dipakai.
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama pendapat tentang masyru’-nya kambing atau domba untuk ‘aqiqah. Boleh dari jenis jantan ataupun betina. Hal ini didasarkan oleh hadits :
عن أم كرز قالت سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول : عن الغلام شاتان وعن الجارية شاة لا يضركم أذكرانا كن أم إناثا
Dari Ummu Kurz ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Untuk seorang anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan adalah seekor kambing. Tidak mengapa bagi kalian apakah ia kambing jantan atau betina”.[1]Namun mereka berselisih pendapat tentang jenis hewan selain kambing atau domba (misalnya : onta atau sapi).
1. Jumhur ulama membolehkannya.
Mereka berdalil dengan beberapa hadits, diantaranya :
أن أنس بن مالك كان يعق عن بنيه الجزور
”Bahwasannya Anas bin Malik mengaqiqahi dua anaknya dengan onta”.[2]عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من ولد له غلام فليعق عنه من الإبل أو البقر أو الغنم
Dari Anas bin Malik ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Barangsiapa dikaruniai seorang anak laki-laki, hendaklah ia beraqiqah dengan onta, sapi, atau kambing”.Namun atsar ini tidak shahih. [3]
Mereka (jumhur) juga beralasan bahwa makna syaatun (شاة) dalam bahasa Arab bisa bermakna domba, kambing, sapi, unta, kijang, dan keledai liar.
2. Sebagian ulama tidak membolehkannya, bahkan mereka menyatakan tidak sah ’aqiqah selain dari jenis kambing atau domba.
Dalil mereka adalah dalil-dalil yang telah disebutkan pada pembahasan di atas yang semuanya menyebut dengan istilah domba atau kambing. Selain itu, mereka juga berdalil dengan atsar berikut :
عن يوسف بن ماهك قال دخلت أنا وبن مليكة على حفصة بنت عبد الرحمن بن أبي بكر وولدت للمنذر بن الزبير غلاما فقلت هلا عققت جزورا على ابنك فقالت معاذ الله كانت عمتي عائشة تقول على الغلام شاتان وعلى الجارية شاة
Dari Yusuf bin Maahik ia berkata : ”Aku dan Ibnu Mulaikah masuk menemui Hafshah binti ’Abdirrahman bin Abi Bakr yang saat itu sedang melahirkan anak dari Mundzir bin Az-Zubair. Aku pun berkata : ’Mengapa engkau tidak menyembelih seekor onta untuk anakmu ?’. Ia pun menjawab : ’Ma’aadzallah (aku berlindung kepada Allah) ! Bibiku, yaitu ’Aisyah, pernah berkata : ”Untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor kambing”.[4]عن عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَرْدٍ الْمَكِّيُّ قَالَ سَمِعْت ابْنَ أَبِي مُلَيْكَةَ يَقُولُ { نُفِسَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ غُلَامٌ فَقِيلَ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ عُقِّي عَنْهُ جَزُورًا فَقَالَتْ مَعَاذَ اللَّهِ وَلَكِنْ مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاتَانِ مُكَافَأَتَانِ }
Dari ’Abdil-Jabbar bin Ward Al-Makkiy ia berkata : Aku mendengar Ibnu Abi Mulaikah berkata : ”Ketika anak laki-laki ’Abdurrahman bin Abi Bakr lahir, ditanyakan kepada ’Aisyah : ’Wahai Ummul-Mukminin, apakah boleh seorang anak laki-laki di-’aqiqahi dengan seekor onta ?’. ’Aisyah menjawab : ’Ma’aadzallah, akan tetapi sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : ’Dua ekor kambing yang setara/sama’”.[5]عن أم كرز وأبي كرز قالا نذرت امرأة من آل عبد الرحمن بن أبي بكر إن ولدت امرأة عبد الرحمن نحرنا جزورا فقالت عائشة رضى الله تعالى عنها لا بل السنة أفضل عن الغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة
Dari Ummu Kurz dan Abu Kurz, mereka berdua berkata : ”Telah bernadzar seorang wanita dari keluarga ’Abdurrahman bin Abi Bakr jika istrinya melahirkan anak, mereka akan menyembelih seekor onta. Maka ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa berkata : ”Jangan, bahkan yang disunnahkan itu lebih utama. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor kambing”.[6]Dari dua pendapat di atas, yang rajih menurut kami adalah pendapat kedua yang menyatakan ketidakbolehan ’aqiqah selain dari jenis kambing atau domba. Walaupun telah shahih riwayat dari Anas radliyallaahu ’anhu bahwasannya ia menyembelih onta, namun itu tidak dapat dipertentangkan dengan hadits-hadits Nabi shallallaahu ’’alaihi wasallam yang semuanya menyebutkan atau membatasi pada jenis kambing atau domba saja. Apalagi telah shahih pengingkaran ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa tentang hal itu. ’Aqiqah merupakan satu bentuk ibadah yang dalam pelaksanaannya bersifat tauqifiyyah (berdasarkan nash). Termasuk di dalamnya adalah dalam penentuan jenisnya. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam tidak beraqiqah dengan selain kambing/domba, tidak pernah memerintahkannya, dan tidak pernah pula memberikan taqrir (persetujuan) kepada para shahabat. Oleh karena itu, sunnah beliau shallallaau ’alaihi wasallam tidaklah bisa dibatalkan oleh ijtihad Anas bin Malik radliyallaahu ’anhu. Wallaahu a’lam.
Adapun alasan bahwa secara bahasa syaatun itu bisa bermakna pada selain kambing, maka jawabannya : ”Pada asalnya kata syaatun itu jika diucapkan secara mutlak, maka tidak ada makna lain kecuali kambing. Adapun makna selain kambing, maka ia adalah makna secara majazy yang hanya bisa dipakai jika ada qarinah (keterangan) yang menunjukkan pada makna tersebut. Oleh karena itu, Ibnul-Mandzur dalam Lisaanul-’Arab berkata : ”Syaat adalah bentuk tunggal dari kambing, baik jantan maupun betina. Dikatakan : Syaat adalah domba, kambing, kijang, sapi, onta, dan keledai liar”.
Al-Hafidh berkata :
ويذكر الشاة والكبش على أنه يتعين الغنم للعقيقة.... وعندي أنه لا يجزئ غيرها
”Dan disebut asy-syaatun dan al-kabsyun adalah untuk menentukan jenis kambing untuk ‘aqiqah..... Dan menurutku, tidak boleh (untuk ’aqiqah) selain dari jenis kambing”.[7]Jumlah Hewan ’Aqiqah untuk Anak Laki-Laki dan Perempuan
Sesuai dengan hadits-hadits yang telah disebutkan, ’aqiqah untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing.
Shiddiq Hasan Khan menukil kesepakatan bahwasannya ’aqiqah untuk anak perempuan adalah satu kambing.[8] Namun klaim ijma’ dari beliau ini perlu ditinjau kembali karena Ibnu ’Abdil-Barr mengatakan bahwa Al-Hasan dan Qatadah berpendapat bahwa anak perempuan tidak perlu di-’aqiqahi.[9] Pendapat yang ternukil dari Al-Hasan dan Qatadah ini tidak perlu untuk diperhatikan karena telah sah dalam banyak hadits bahwasannya anak perempuanpun disyari’atkan untuk di-’aqiqahi dengan satu ekor kambing.
Adapun untuk anak laki-laki, maka para ulama berbeda pendapat. Shiddiq Hasan Khan menjelaskan sebagai berikut : ”Jumhur ulama mengatakan bahwa ’aqiqah bagi anak laki-laki adalah dengan dua ekor kambing. Imam Malik berkata : Satu ekor kambing.[10] Al-Mahalliy : ’Kesimpulannya, asal dari sunnah ’aqiqah untuk anak laki-laki adalah satu ekor kambing. Namun kesempurnaan dari sunnah tersebut, yaitu dua ekor kambing’”.[11]
Kami katakan, yang lebih tepat adalah dhahir pendapat jumhur ’ulamaa, yaitu yang disyari’atkan ’aqiqah bagi anak laki-laki adalah dua ekor kambing. Ini adalah asal dari perintah sekaligus menunjukkan kesempurnaannya.
Bolehkah Menyembelih Satu Ekor Kambing untuk Anak Laki-Laki ?
Sebagian ulama membolehkannya dengan dasar perbuatan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahkan Al-Hasan dan Al-Husain dengan seekor kambing.
عن بن عباس : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم عق عن الحسن والحسين كبشا كبشا
Dari Ibnu ’Abbas : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu meng-’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain masing-masing dengan seekor kambing”.Namun, ada pembicaraan mengenai riwayat di atas. Berikut perinciannya :
1. Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2841, Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir 11/316 no. 11856, Ibnul-Jarud dalam Al-Muntaqaa no. 911 dan 912, Ath-Thahawiy dalam Al-Musykiil 1/457, Al-Baihaqi 9/302, Ibnu ’Abdil-Barr dalam At-Tamhiid 4/314 serta Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 7/530 melalui jalur ’Abdul-Waarits bin Sa’id, dari Ayyub, dari ’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma secara marfu’. ’Abdul-Waarits ini dikuatkan oleh dua riwayat berikut :
2. Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/116 melalui jalur Ya’la bin ’Ubaid, dari Ayyub, dari Sufyan, dari ’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma secara marfu’. Akan tetapi sanad ini lemah karena adanya sisipan Sufyan antara Ayyub dan ’Ikrimah. Yang shahih, Ayyub menerima riwayat dari ’Ikrimah (tanpa melalui perantara Sufyan), dari Ibnu ’Abbas sebagaimana disebutkan pada jalur yang pertama.
3. Diriwayatkan pula oleh Al-Khaathib dalam At-Taarikh 10/no. 5302 dari jalur Hafsh bin Muhammad Al-Bashriy, dari Ayyub, dari ’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma secara marfu’. Nama Hafsh bin Muhammad Al-Bashriy dalam rantai sanad ini adalah keliru. Yang benar adalah Hafsh bin ’Umar Al-Bashriy. Adz-Dzahabi dalam Al-Mizaan 1/567 no. 2158 (tahqiq : ’Ali Muhammad Al-Bajawiy) berkata :
حفص بن عُمر، بصري. عن أيوب السختياني في العقيقة. قال الأزدي : منكر الحديث
”Hafsh bin ’Umar Al-Bashriy, dari Ayyub As-Sikhtiyaaniy dalam hadits ’aqiqah. Berkata Al-Azdiy : Munkaarul-hadits”.Dikarenakan dua riwayat penguat ‘Abdul-Waarits itu tidak shahih, maka yang tersisa hanyalah jalur pertama saja, yaitu ‘Abdul-Waarits bin Sa’id, dari Ayyub, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’. Inilah yang dapat dipegang.
Jalur ini pun tidak luput dari penyakit. ’Abdul-Warits menyelisihi banyak perawi – diantara mereka ada yang lebih kuat daripadanya – dalam hal kebersambungan sanadnya.
Ibnul-Jarud berkata :
رواه الثوري وابن عيينة وحماد بن زيد وغيرهم عن أيوب لم يجاوزوا به عكرمة
”Diriwayatkan oleh Ats-Tsauriy, Ibnu ’Uyainah, Hammad bin Zaid, dan yang lainnya, dari Ayyub, dari ’Ikrimah secara mursal”.[12]Hammad bin Zaid statusnya lebih kuat daripada ’Abdul-Warits untuk riwayat yang berasal dari Ayyub.
’Abdurrazzaq dalam kitab Al-Mushannaf no. 7962 meriwayatkan dengan sanad mursal :
عن معمر والثوري عن أيوب عن عكرمة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم عق عن حسن وحسين كبشين
Dari Ma’mar dan Ats-Tsaury, dari ’Ikrimah : ”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi Hasan dan Husain dengan dua ekor kambing kibasy”.Muhammad bin ’Abdil-Qadir ’Atha’ – pentahqiq kitab As-Sunan Al-Kubraa lil-Baihaqi – ketika mengomentari hadits ’aqiqah Al-Hasan dan Al-Husain di atas menyebutkan perkataan Abu Hatim bahwasannya riwayat dari ’Ikrimah dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam secara mursal itu lebih shahih.[13] Perkataan Ibnu Abi Hatim secara lengkap adalah sebagai berikut :
وسألت أبي عن حديث رواه عبد الوارث، عن أيوب، عن عكرمة، عن ابن عباس : أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَقَّ عَنِ الْحُسَين والْحَسَن كَبْشَتَين ؟ قال أبي : هذا وهم؛ حدثنا أبو معمر، عن عبد الوارث، هكذا. ورواه وُهَيب، وابن عُلَيَّة، عن عِكرمة، عن النبي صلى الله عليه وسلم، مُرسَلٌ. قال أبي : وهذا مُرسَلً، أَصَحُّ
”Aku bertanya kepada ayahku tentang hadits yang diriwayatkan ’Abdul-Waarits, dari Ayyub, dari ’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas : ”Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi Al-Husain dan Al-Hasan dengan dua ekor kambing ?”. Ayahku berkata : ”Ini keliru. Telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar, dari ’Abdul-Waarits dengan sanad ini. Dan diriwayatkan oleh Wuhaib dan Ibnu ’Ulayyah, dari ’Ikrimah, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam dengan sanad mursal”. Ayahku berkata : ”Sanad mursal ini lebih shahih”.[14]Kesimpulannya, sanad hadits ini yang shahih adalah mursal.
Selain itu, riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain masing-masing dengan seekor kambing, bertentangan dengan riwayat lain yang dibawakan oleh An-Nasa’i (no. 4219) dari jalur Qatadah, dari ’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma :
عق رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الحسن والحسين رضي الله عنهما بكبشين كبشين
Dari Ibnu ’Abbas ia berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain radliyallaahu ’anhuma masing-masing dengan dua ekor kambing kibasy”.Sanad hadits ini dla’if karena ’an’anah dari Qatadah. Riwayat An-Nasa’i ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim (4/237) melalui jalur Siwaar Abi Hamzah, dari ’Amr bin Syu’aib, ayahnya, dari kakeknya :
أن النبي صلى الله عليه وعلى اله وسلم عق عن الحسن والحسين عن كل واحد منهما كبشين اثنين مثلين متكافيين
”Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wa aalihi wasallam meng-’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain masing-masing dengan dua ekor kambing kibasy yang sama dan setara”.Sanad hadits ini dla’if karena Siwaar Abu Hamzah adalah dla’if (sebagaimana dikatakan oleh Adz-Dzahabiy). Namun, ia layak digunakan sebagai syaahid.
Ada hadits serupa yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban no. 5309 melalui jalur Ibnu Wahb, dari Jarir bin Haazim, dari Qatadah, dari Anas bin Malik :
عق رسول الله صلى الله عليه وسلم عن حسن و حسين بكبشين. ذكر البيان بأن قول أنس : بكبشين أراد به عن كل واحد منهما
”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mengaqiqahi Hasan dan Husain dengan dua ekor kambing kibasy”. Disebutkan penjelasan bahwa maksud perkataan Anas ”dengan dua ekor kambing kibasy” adalah masing-masing dari mereka (dua ekor).Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Al-Musykil 1/456, Abu Ya’laa no. 2945, Al-Bazzaar no. 1235, dan Al-Baihaqi 9/299 dari beberapa jalan Ibnu Wahb dengan sanad ini. Mengenai sanad ini; Ahmad bin Hanbal yang dinukil oleh Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtaarah, Ibnu Ma’in dalam Al-’Ilal karya ’Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (no. 3912), dan Ibnu ’Adiy dalam Al-Kaamil (2/130) semuanya menyimpulkan bahwa riwayat Jarir bin Haazim dari Qatadah adalah lemah. Juga, sanad hadits ini sebenarnya mursal. Ibnu Abi Hatim berkata :
وسألتُ أبي عن حديث ابن وهب، عن جَرير ابن حازم، عن قتادة، عن أنس قال : عَقَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الحسن والحُسَين بكبشين ؟. قال أبي : أخطأ جرير في هذا الحديث؛ إنما هو : قتادة، عن عِكرمة قال : عَقَّ رسول ٰلله صلى الله عليه وسلم مُرسَل
Aku bertanya kepada ayahku tentang hadits Ibnu Wahb, dari Jarir bin Haazim, dari Qatadah, dari Anas ia berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain dengan dua ekor kambing kibasy ?”. Ayahku berkata : ”Jarir telah salah dalam hadits ini. Sesungguhnya sanad hadits tersebut adalah : Qatadah, dari ’Ikrimah ia berkata : ’ Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi...’ ; secara mursal”.[15]Riwayat ini juga belum lepas dari ’an’anah Qatadah. Walhasil, hadits ini pun statusnya dla’if mursal.
Akan tetapi, secara keseluruhan, riwayat yang menyatakan ’aqiqah Al-Hasan dan Al-Husain masing-masing dengan dua ekor kambing dapat terangkat. Minimal berderajat hasan.[16] Apalagi hadits tersebut sesuai dengan keumuman peng-’aqiqahan bagi seorang anak laki-laki dengan dua ekor kambing.
Menyembelih dua ekor kambing dalam syari’at ’aqiqah inilah yang sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam.
Allaahu a’lam.
Alhamdulillah, tulisan ini selesai diposting ulang dari sebuah tulisan yang berjudul "’Aqiqah dalam Syari’at Islam – Perlu Anda Ketahui !"
Semoga ada manfaatnya.
__________________________________________________
[1]Diriwayatkan oleh Abi Dawud no. 2834-2835, At-Tirmidzi no. 1516, ‘Abdurrazzaq no. 7954, Ahmad 6/422, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 2/195.
[2]Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir no. 685 dan Ibnu Abi Syaibah 8/244 no. 24636 (Maktabah Ar-Rusyd; Cet. 1/1425, Riyadl). Asy-Syaikh Hamdiy bin ‘Abdil-Majid As-Salafy dalam takhrijnya atas riwayat Ath-Thabarani tersebut mengatakan : “Berkata (Al-Haitsami) dalam Al-Majma’ (4/59) : ‘Rijalnya adalah rijal Ash-Shahiih”.
[3]Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Ash-Shaghiir no. 229. Atsar ini palsu (maudlu’). Hadits ini mempunyai banyak cacat. Diantaranya, perawi yang bernama ’Abdul-Malik bin Ma’ruuf adalah majhul (tidak dikenal). Adapun Mas’adah bin Al-Yasa’, ia dikatakan oleh Adz-Dzahabi sebagai seorang yang haalik (celaka). Ia pun seorang rawi yang didustakan oleh Abu Dawud. Untuk keterangan selengkapnya, silakan lihat Irwaaul-Ghaliil 4/393-394 no. 1168.
[4]Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq no. 7956, At-Tirmidzi no. 1513, Ibnu Majah no. 3163 ; dan ini adalah lafadh ‘Abdurrazzaq. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : "Shahih sesuai dengan syarat Muslim. " [Irwaaul-Ghaliil 4/390].
[5]Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi dalam Al-Musykil 1/457 dan Al-Baihaqi 9/301 no. 19280. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : "Sanadnya hasan, rijalnya adalah rijal Syaikhain, kecuali ‘Abdil-Jabbar. Tentang dia, Adz-Dzahabi dalam Adl-Dlu’afaa berkata : ‘Tsiqah’. Al-Bukhari berkata : ‘Diselisihi dalam sebagian haditsnya’. Al-Hafidh berkata dalam At-Taqrib : ‘Shaduq, kadang salah/tidak kuat" [Irwaaul-Ghaliil 4/390].
[6]Diriwayatkan oleh Al-Hakim no. 7595 dan Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 7/528. Hadits ini sebenarnya dla’if (lihat kembali catatan kaki no. 22) karena adanya inqitha’ antara ‘Atha’ dengan Ummu Kurz. Akan tetapi hadits ini (yaitu khusus pada lafadh yang disebutkan di atas) menjadi terangkat dengan adanya syahid hadits sebelumnya.
[7]Fathul-Bariy 9/593.
[8]Sebagaimana dikatakan Shiddiq Hasan Khan :
وقد وقع الإجماع على أن العقيقة عن الأنثى شاة
“Telah terjadi ijma’ bahwasannya ‘aqiqah untuk anak perempuan adalah satu ekor kambing”. [At-Ta’liqatur-Radliyyah fii Raudlatin-Nadiyyah lil-‘Allamah Shiddiq Hasan Khan oleh Asy-Syaikh Al-Albani, 3/145; Daar Ibni ‘Affan, Cet. 1/1423, Cairo].[9]Ibnu ‘Abdil-Barr berkata :
انفرد الحسن وقتادة بقولهما إنه لا يعق عن الجارية بشيء وإنما يعق عن الغلام فقط بشاة وأظنهما ذهبا الى ظاهر حديث سلمان مع الغلام عقيقته والى ظاهر حديث سمرة الغلام مرتهن بعقيقته
“Al-Hasan dan Qatadah menyendiri dalam hal ini dengan perkataannya bahwa anak perempuan tidak perlu di-‘aqiqahi. Yang perlu di-‘aqiqahi adalah anak laki-laki dengan seekor kambing. Aku (yaitu Ibnu ‘Abdil-Barr – Abul-Jauzaa’) menyangka mereka berdua berpendapat demikian dengan dhahir hadits Salman : “Tiap anak laki-laki ada ‘aqiqahnya” dan juga dhahir hadits : “anak laki-laki tergadai dengan ‘aqiqahnya”. [At-Tamhiid, 4/317].[10]Juga merupakan pendapat dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ’Urwah bin Az-Zubair, Al-Qasim bin Muhammad, dan Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Al-Hasan. Lihat juga beberapa tentang pendapat ini dalam Al-Mushannaf li-Ibni Abi Syaibah 8/238-240 no. 24612-24617 dan Al-Muwaththa’ no. 1842, 1845, 1846 [tahqiq : Dr. Muhammad Mushthafa Al-A’dhamiy; Muassasah Zayid, Cet. 1/1425].
[11]Lihat At-Ta’liqatur-Radliyyah fii Raudlatin-Nadiyyah lil-‘Allamah Shiddiq Hasan, 3/145.
[12]Al-Muntaqaa (Ghautsul-Makduud bi-Takhriiji Muntaqaa Ibnil-Jarud – Abu Ishaq Al-Huwainiy), 3/192 no. 912.
[13]As-Sunan Al-Kubraa 9/302.
[14]Al-’Ilal Ibnu Abi Hatim 4/543-544 no. 1631, tahqiq : Dr. Sa’d bin ’Abdillah Al-Humaid dan Dr. Khaalid bin ’Abdirrahman Al-Juraisiy; Cet. 1/1426, Riyadl.
[15]Idem 4/545-546 no. 1633.
[16]Catatan : Syaikh Al-Albani menshahihkan dua riwayat di atas (meng-‘aqiqahi dengan satu ekor kambing dan dua ekor kambing) dalam Irwaaul-Ghaliil no. 1164, Shahih Sunan Abi Dawud 2/197, dan Shahih Sunan An-Nasa’i 3/139 no. 4230 (Maktabah Al-Ma’arif, Cet. 1/1419, Riyadl).
Beliau dalam Shahih Sunan Abi Dawud berkata setelah menyatakan keshahihan riwayat satu ekor kambing : “Akan tetapi riwayat An-Nasa’i yang menyatakan : “Masing-masing dua ekor kambing” ; maka ini lebih shahih.
Abul-Jauzaa’ berkata : Jika dikatakan dua-duanya shahih dan dua-duanya bisa dipakai, tentu saja hal ini ‘sulit’ untuk diterima. Hal itu dikarenakan peristiwa peng-‘aqiqahan Al-Hasan dan Al-Husain oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terjadi hanya sekali. Jika kita menetapkan salah satunya, maka itu akan menafikkan yang lain. Oleh karena itu, jika dikatakan bahwa dua-duanya shahih sementara riwayat yang dibawakan oleh An-Nasa’i itu lebih shahih, maka jadilah riwayat Abu Dawud itu statusnya syadz. Namun pada kenyataannya, riwayat Abu Dawud tersebut berstatus mursal. Konsekuensinya dla’if. Maka dalam hal ini, hanya riwayat yang menyatakan ”masing-masing dua ekor kambing” lah yang dapat diterima dan dipakai.
4 komentar
Gan,bagaimana tentang yang saya pernah dengar kalau aqiqoh dengan 1 kambing domba sama nilainya dengan 2 ekor kambing biasa?. Pendapat ini membingungkan saya.
Artiny begini,umpama aqiqoh laki-laki cukup dengan 1 domba,namun kalau dengan kambing bisa harus 2 kambing?. Mohon penerangannya......
Wallohu a'lam...
Saya sendiri baru dengar ada yang berpendapat seperti itu...
ASSALAMU'ALAIKUM, MAU TANYA, MENGENAI HEWAN AQIQAH, UNTUK ANAK LAKI-LAKI 2 EKOR KAMBING, BAGAIMANA SEANDAINYA PELAKASANAAN AQIQAHNYA DISEMBELIH 1 EKOR DAHULU,KARENA BARU MAMPU MENYEMBELIH 1 EKOR, KEMUDIAN 1 EKOR LAGI DESEMBELIH DI LAIN WAKTU. MOHON PENJELASAN, DAN TERIMA KASIH.
Wa'alaikumussalam warahmatullahi, ringkasnya boleh, untuk lebih jelasnya silahkan dibaca di materi : Hewan Aqiqah Anak Laki-Laki | Hanya Mampu Menyembelih Satu Ekor, Satu Ekor Menyusul?
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Al-Bukhari 6089 & Muslim 46)