السؤال: ما تقولون -أثابكم الله- في المأموم إذا دخل مع الإمام في صلاة المغرب، وقد سبقه الإمام بركعة، فهل إذا جلس الإمام للتشهد الأخير متوركا، يتابعه المأموم ويتورك معه أم يجلس مفترشا؛ لأن هذا التشهد يعتبر هو التشهد الأول بالنسبة للمأموم؟
Soal:Bagaimana pendapat anda sekalian –semoga Allah memberikan ganjaran kepada anda sekalian-, tentang seorang ma'mum apabila ikut shalat maghrib bersama imam, dimana ia telah tertinggal satu raka’at. Apakah jika imam duduk tawarruk pada tasyahud akhir, ma'mum mengikuti imam dengan duduk tawarruk, ataukah duduk iftirasy? karena duduk tasyahud akhirnya imam ini adalah tasyahud awal bagi ma'mum.
الإجابة: الذي نص عليه فقهاؤنا رحمهم الله أن المأموم إذا دخل مع الإمام في صلاة رباعية، أو ثلاثية، وقد سبقه الإمام ببعض الصلاة، ثم جلس معه للتشهد الأخير أنه يتورك معه ولا يفترش؛ وذلك متابعة منه للإمام، لمراعاة عدم الاختلاف عليه، ولحديث: "إنما جعل الإمام ليؤتم به، فلا تختلفوا عليه"
Jawab (Fatwa Asy-Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Al ‘Aqil):Yang ditegaskan oleh para ulama fikih kita -Rahimahumullah-, bahwasanya seorang ma'mum apabila ikut bersama imam mendirikan sholat yang jumlah raka’atnya empat atau tiga raka'at, dimana imam telah mendahuluinya beberapa raka’at, kemudian duduk tasyahud akhir mengikuti imam, maka ma'mum tersebut duduk tawarruk mengikuti imam, bukan iftirasy. Hal itu merupakan bentuk "mengikuti imam" yang dilakukan ma'mum tadi, untuk menjaga agar tidak terjadi penyelisihan terhadap imam, berdasarkan hadits,
"إنما جعل الإمام ليؤتم به، فلا تختلفوا عليه"
“Sesungguhnya Imam itu diangkat untuk di-ikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya”[1]
قال في (الإقناع) وشرحه (كشاف القناع): ويتورك المسبوق مع إمامه في موضع توركه؛ لأنه آخر صلاته، وإن لم يعتد به، كما يتورك المسبوق فيما يقضيه للتشهد الثاني. فعلى هذا، لو أدرك ركعتين من رباعية، جلس مع الإمام متوركا؛ متابعة له في التشهد الأول، وجلس بعد قضاء الركعتين أيضا متوركا؛ لأنه يعقبه سلامه. انتهى.
Disebutkan dalam Al-Iqna’ dan syarahnya Kasyful Qina’: “Ma'mum yang masbuq duduk tawarruk bersama imam ketika imam tawarruk; Karena -bagi imam- itu merupakan akhir dari shalat, walaupun -bagi si ma'mum- tidak dianggap sebagai akhir shalat, sebagaimana ma'mum yang masbuq tersebut juga duduk tawarruk pada saat menyelesaikan tasyahud kedua. Maka berdasarkan hal ini, seandainya ma'mum mendapatkan dua raka’at dari ruba’iyyah (shalat yang jumlahnya empat raka’at), maka dia duduk bersama imam dalam keadaan tawarruk, dalam rangka mengikuti imam, pada saat tasyahud awal -bagi ma'mum-. Kemudian duduk tawarruk lagi setelah menyelesaikan sisa dua raka’at lainnya, karena itu merupakan duduk tasyahud yang diakhiri salam”.وقال في (المنتهى) و(شرحه): ويتورك مسبوق معه في تشهد أخير من رباعية ومغرب تبعا له. انتهى.
Disebutkan dalam Al-Muntaha dan syarahnya[2]: “Seorang ma'mum yang masbuk duduk tawarruk bersama imam pada saat tasyahud akhir ketika mendirikan shalat yang empat raka'at dan shalat maghrib, dalam rangka mengikuti imam”.وقال في (مطالب أولي النهى في شرح غاية المنتهى): ويتورك المسبوق فيه -أي في تشهده الذي أدركه مع إمامه-؛ لأنه آخر صلاته، وإن لم يعتد به، كما يتورك للتشهد الثاني فيما يقضيه، فلو أدرك ركعتين من رباعية، جلس مع الإمام متوركا للتشهد الأول؛ متابعه له، وجلس بعد قضاء الركعتين أيضا متوركا؛ لأنه يعقبه سلامه. انتهى، والله أعلم.
Disebutkan dalam Mathalib Ulin Nuhaa fi Syarhi Ghayatil Muntaha: “Seorang ma'mum yang masbuk duduk tawarruk bersama imam dalam duduk tasyahud yang ia dapatkan bersama imam disebabkan karena itu akhir shalat bagi si imam, walaupun bukan bagi si ma'mum. Sebagaimana ia juga duduk tawarruk pada tasyahud kedua pada saat menyelesaikan rakaat sisanya. Oleh karena itu, seandainya ma'mum mendapatkan dua raka’at dari ruba’iyyah (shalat yang jumlahnya empat raka’at), maka dia duduk bersama imam dalam keadaan tawarruk, pada saat tasyahud awal -bagi ma'mum- dalam rangka mengikuti imam. Kemudian duduk tawarruk lagi setelah menyelesaikan sisa dua raka’at lainnya, karena itu duduk tasyahud yang diakhiri salam”. Wallahu A’lam._______
[1]Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (722), dengan lafazh hadits Abu Hurairah (414) tanpa kata “diangkat”
[2](1/248)
_______________
Sumber :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Al-Bukhari 6089 & Muslim 46)